Youtube

Banjir, Perubahan Iklim, dan Ancaman Penyakit Lingkungan: Tantangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia

Bandar Lampung, 2025 – Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu global yang dibahas dalam forum-forum internasional atau laporan ilmiah. Dampaknya kini semakin nyata dan dirasakan langsung oleh masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Salah satu manifestasi paling nyata dari perubahan iklim adalah meningkatnya kejadian banjir akibat curah hujan ekstrem yang semakin sering dan tidak menentu.


Banjir, Perubahan Iklim, dan Ancaman Penyakit Lingkungan: Tantangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Banjir, Perubahan Iklim, dan Ancaman Penyakit Lingkungan: Tantangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia


Banjir yang sebelumnya bersifat musiman kini berubah menjadi bencana rutin, terutama di kawasan perkotaan, wilayah pesisir, dan daerah dengan kepadatan penduduk tinggi. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik pada infrastruktur dan permukiman, tetapi juga menghadirkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat melalui meningkatnya penyakit berbasis lingkungan.

Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Lampung, Ester Metalia Agusta, menegaskan bahwa banjir harus dipahami sebagai persoalan multidimensi. Menurutnya, di balik genangan air yang terlihat, terdapat risiko kesehatan yang kerap luput dari perhatian publik.

Perubahan Iklim dan Meningkatnya Risiko Banjir

Banjir, Perubahan Iklim, dan Ancaman Penyakit Lingkungan: Tantangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Banjir, Perubahan Iklim, dan Ancaman Penyakit Lingkungan: Tantangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia


Perubahan iklim global telah mengubah pola cuaca di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Peningkatan suhu bumi berdampak pada siklus hidrologi, menyebabkan curah hujan yang lebih intens dalam waktu singkat. Kondisi ini memperbesar risiko banjir, terutama di daerah yang memiliki sistem drainase tidak memadai.

Di wilayah perkotaan, alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman dan pusat aktivitas ekonomi memperparah kondisi. Permukaan tanah yang tertutup beton dan aspal mengurangi daya serap air, sehingga air hujan dengan cepat mengalir dan menggenangi wilayah rendah.

Banjir yang terjadi berulang kali bukan hanya menandakan lemahnya sistem tata kota, tetapi juga mencerminkan rendahnya kesiapan dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Tanpa strategi adaptasi yang kuat, risiko kesehatan masyarakat akan terus meningkat seiring berjalannya waktu.

Banjir Bukan Sekadar Genangan Air

Selama ini, banjir kerap dipersepsikan hanya sebagai persoalan genangan air, kerusakan rumah, dan terhambatnya aktivitas ekonomi. Padahal, dampak banjir jauh lebih luas dan kompleks, terutama terhadap kesehatan masyarakat.

Ketika banjir melanda, sistem sanitasi sering kali mengalami gangguan serius. Jamban dan septic tank terendam, saluran pembuangan meluap, serta sampah domestik terbawa arus air. Akibatnya, sumber air bersih yang digunakan masyarakat untuk minum dan memasak berpotensi tercemar oleh limbah dan kotoran.

Kondisi ini menciptakan lingkungan yang ideal bagi penyebaran agen penyakit. Air banjir menjadi media penularan berbagai patogen yang dapat menyebabkan penyakit berbasis lingkungan.

Dari Genangan Air ke Ancaman Penyakit

Ancaman penyakit pasca banjir sering kali muncul secara bertahap. Pada fase awal, masyarakat lebih fokus pada penyelamatan diri dan pemulihan tempat tinggal. Namun, beberapa hari hingga minggu setelah banjir, masalah kesehatan mulai bermunculan.

Salah satu penyakit yang paling umum meningkat pasca banjir adalah diare. Penyakit ini biasanya menyebar melalui konsumsi air minum yang telah terkontaminasi bakteri, virus, atau parasit. Anak-anak, terutama balita, menjadi kelompok paling rentan mengalami dehidrasi akibat diare.

Penyakit kulit juga sering terjadi akibat kontak langsung dengan air banjir yang kotor. Gatal-gatal, infeksi jamur, dan dermatitis menjadi keluhan yang umum dilaporkan di fasilitas kesehatan setelah banjir.

Selain itu, leptospirosis menjadi salah satu penyakit yang perlu diwaspadai. Penyakit ini ditularkan melalui air yang tercemar urine hewan, terutama tikus. Leptospirosis kerap meningkat di wilayah dengan sanitasi buruk dan genangan air yang bertahan lama.

Ancaman Penyakit Tular Vektor

Genangan air yang tidak segera surut juga menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit tular vektor, seperti demam berdarah dengue (DBD).

Peningkatan kasus DBD biasanya terjadi beberapa minggu setelah banjir, ketika populasi nyamuk meningkat dan masyarakat mulai kembali ke aktivitas normal. Banyak warga tidak menyadari bahwa lingkungan sekitar rumah mereka telah berubah menjadi sarang nyamuk.

Selain DBD, penyakit lain yang ditularkan oleh vektor juga berpotensi meningkat, tergantung pada kondisi lingkungan dan karakteristik wilayah.

Dampak Psikososial dan Kesehatan Mental

Dampak banjir terhadap kesehatan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga psikologis. Kehilangan tempat tinggal, harta benda, dan rasa aman dapat memicu stres, kecemasan, bahkan depresi.

Anak-anak dan lansia merupakan kelompok yang paling rentan mengalami gangguan psikososial pasca banjir. Kondisi ini sering kali tidak terlihat secara kasat mata, tetapi dapat memengaruhi kualitas hidup dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, penanganan kesehatan pasca banjir seharusnya mencakup aspek kesehatan mental selain penyakit fisik.

Higiene dan Sanitasi Darurat sebagai Kunci Pencegahan

Dalam situasi pasca banjir, penerapan higiene dan sanitasi darurat menjadi langkah krusial untuk mencegah terjadinya wabah penyakit. Penyediaan air bersih yang aman dan layak konsumsi harus menjadi prioritas utama.

Selain itu, penggunaan jamban darurat, pengelolaan sampah yang baik, serta promosi cuci tangan pakai sabun dapat secara signifikan menurunkan risiko penularan penyakit.

Intervensi sederhana ini sering kali terbukti lebih efektif dibandingkan penanganan medis ketika penyakit sudah menyebar luas. Namun, dalam praktiknya, aspek sanitasi darurat sering kali kurang mendapatkan perhatian.

Fokus Penanganan yang Masih Bersifat Reaktif

Penanganan banjir di banyak daerah masih bersifat reaktif dan jangka pendek. Fokus utama sering kali tertuju pada evakuasi korban dan penyaluran bantuan logistik, sementara aspek pengendalian lingkungan dan pencegahan penyakit kurang mendapat porsi yang memadai.

Padahal, tanpa pengendalian lingkungan yang baik, risiko masalah kesehatan justru dapat berlangsung lebih lama dibandingkan durasi bencananya sendiri. Hal ini dapat membebani sistem pelayanan kesehatan dan memperlambat proses pemulihan masyarakat.

Peran Aktif Masyarakat

Pengendalian penyakit pasca banjir tidak dapat sepenuhnya bergantung pada tenaga kesehatan dan pemerintah. Masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Langkah-langkah sederhana seperti merebus air minum, membersihkan lingkungan sekitar rumah, menutup tempat penampungan air, serta menggunakan alas kaki saat beraktivitas di area banjir dapat mengurangi risiko penyakit.

Partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian vektor penyakit juga sangat penting, terutama melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk.

Peran Strategis Pemerintah dan Layanan Kesehatan

Di sisi lain, pemerintah memegang peran strategis dalam menyediakan sarana dan prasarana pendukung kesehatan pasca banjir. Penyediaan air bersih, sanitasi darurat, serta fasilitas kesehatan yang siap siaga menjadi tanggung jawab utama.

Puskesmas sebagai ujung tombak layanan kesehatan perlu diperkuat dalam pemantauan kesehatan lingkungan dan surveilans penyakit. Deteksi dini lonjakan kasus penyakit pasca banjir sangat penting untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa.

Koordinasi lintas sektor antara dinas kesehatan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, dan badan penanggulangan bencana juga menjadi kunci keberhasilan penanganan dampak banjir.

Adaptasi Perubahan Iklim Berbasis Kesehatan

Dalam jangka panjang, penanganan banjir dan dampak kesehatannya harus menjadi bagian dari strategi adaptasi perubahan iklim. Perbaikan sistem drainase, pengelolaan permukiman yang lebih ramah lingkungan, serta perlindungan daerah resapan air merupakan investasi penting bagi kesehatan masyarakat.

Kebijakan kesehatan lingkungan perlu diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan daerah agar risiko kesehatan akibat perubahan iklim dapat ditekan.

Membangun Ketahanan Kesehatan Masyarakat

Banjir akibat perubahan iklim adalah tantangan yang tidak dapat dihindari sepenuhnya. Namun, dampak kesehatannya dapat diminimalkan melalui kesiapsiagaan, pengendalian lingkungan, dan kolaborasi lintas sektor.

Menjaga kesehatan pasca banjir bukan hanya soal respons darurat, tetapi juga bagian dari upaya membangun ketahanan masyarakat di tengah iklim yang terus berubah.

Dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, ancaman penyakit berbasis lingkungan dapat ditekan, sehingga masyarakat tidak terus-menerus menjadi korban dari siklus banjir dan krisis kesehatan.

Oleh: Ester Metalia Agusta
Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Lampung

Post a Comment for "Banjir, Perubahan Iklim, dan Ancaman Penyakit Lingkungan: Tantangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia"