Youtube

KWIP Merangin Kutuk Keras Intimidasi terhadap Jurnalis Nusantara TV: Kebebasan Pers Tidak Boleh Dibungkam

Navigasi.in – Gelombang kecaman terus mengalir pasca tindakan intimidasi dan perampasan alat kerja yang dialami oleh salah satu jurnalis Nusantara TV (NTV), Dodi Saputra, saat meliput kegiatan Wakil Bupati Merangin di kawasan Dam Betuk, Desa Tambang Baru, Kecamatan Tabir Lintas, pada Jumat (7/11/2025). Insiden ini kini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan jurnalis dan organisasi pers di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.

KWIP Merangin Kutuk Keras Intimidasi terhadap Jurnalis Nusantara TV: Kebebasan Pers Tidak Boleh Dibungkam
KWIP Merangin Kutuk Keras Intimidasi terhadap Jurnalis Nusantara TV: Kebebasan Pers Tidak Boleh Dibungkam


Kasus kekerasan terhadap jurnalis kembali mencoreng wajah kebebasan pers di daerah. Dalam peristiwa yang terjadi di lokasi tambang ilegal tersebut, Dodi mengalami intimidasi dari sekitar sepuluh orang tak dikenal. Mereka bukan hanya menghalangi liputan, tetapi juga merampas telepon genggam milik Dodi dan menghapus seluruh rekaman video yang telah ia ambil selama kegiatan peliputan berlangsung. Tindakan itu dinilai sebagai bentuk nyata upaya membungkam kerja jurnalistik.

KWIP Merangin Mengecam Aksi Premanisme terhadap Wartawan

Menanggapi kejadian itu, Komite Wartawan Indonesia Perjuangan (KWIP) DPC Merangin melalui ketuanya, Ady Lubis, menyampaikan pernyataan sikap keras terhadap tindakan tersebut. Dalam keterangannya pada Jumat malam (7/11/2025), Ady Lubis menyebut peristiwa itu sebagai bentuk premanisme yang mencederai semangat demokrasi.

“Kami selaku sesama jurnalis sangat menyesalkan tindakan premanisme yang dilakukan oleh sekelompok orang yang diduga dibayar oleh pelaku tambang ilegal di kawasan Dam Betuk. Ini bukan hanya tindakan kriminal, tapi juga bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan,”

Menurut Ady, kejadian yang menimpa Dodi Saputra menjadi tamparan keras bagi dunia pers, terutama di daerah. Ia menilai bahwa tindakan tersebut mencerminkan masih lemahnya perlindungan terhadap jurnalis di lapangan, terutama ketika mereka tengah mengungkap aktivitas ilegal seperti pertambangan tanpa izin.

Tamparan Bagi Kebebasan Pers dan Demokrasi

Kekerasan terhadap wartawan, apalagi yang dilakukan saat menjalankan tugas jurnalistik, merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal 8 UU tersebut dijelaskan bahwa “dalam menjalankan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.” Artinya, segala bentuk penghalangan kerja wartawan adalah tindak pidana yang harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.

Ady Lubis menegaskan bahwa kebebasan pers adalah pilar utama demokrasi. Jika jurnalis tidak bisa bekerja bebas, maka masyarakat tidak akan mendapatkan informasi yang akurat. “Ini bukan sekadar persoalan antarindividu, tapi persoalan hak publik untuk tahu,” ujarnya.

Ia juga menyoroti bahwa kejadian serupa bukan kali pertama terjadi di Merangin. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah wartawan lokal juga mengaku mendapatkan ancaman atau intimidasi ketika melakukan peliputan di kawasan tambang ilegal. Namun, sebagian besar kasus tidak pernah berlanjut ke proses hukum karena minimnya keberanian korban untuk melapor dan lemahnya respons aparat.

Seruan Tegas kepada Aparat Penegak Hukum

KWIP Merangin mendesak Kapolres Merangin untuk segera mengambil langkah hukum yang tegas terhadap para pelaku intimidasi tersebut. “Kami meminta kepada Kapolres Merangin untuk tidak kalah dengan preman. Apalagi ini terjadi di kawasan tambang ilegal yang sudah lama menjadi sorotan publik,” kata Ady Lubis menegaskan.

Ia menilai, ketegasan aparat dalam menangani kasus ini akan menjadi tolok ukur sejauh mana hukum berpihak pada kebebasan pers. Jika kasus ini dibiarkan, maka bukan tidak mungkin insiden serupa akan terulang kembali, bahkan dengan eskalasi yang lebih besar. “Kalau aparat tidak bertindak, kami akan turun ke jalan. Kami akan tunjukkan bahwa wartawan tidak bisa diintimidasi,” tegasnya.

Pernyataan keras ini mendapat dukungan dari sejumlah organisasi jurnalis di wilayah Jambi. Beberapa perwakilan dari media lokal bahkan menyatakan siap menggelar aksi solidaritas di depan Mapolres Merangin apabila dalam waktu dekat tidak ada perkembangan penyelidikan yang berarti terhadap kasus tersebut.

Wartawan Adalah Mitra, Bukan Musuh

KWIP Merangin juga menekankan bahwa wartawan bukanlah musuh bagi pemerintah atau aparat penegak hukum. Sebaliknya, wartawan adalah mitra strategis dalam menyampaikan informasi kepada publik. “Tanpa wartawan, masyarakat tidak tahu apa yang terjadi di lapangan. Dan tanpa kebebasan pers, tidak ada transparansi dalam pemerintahan,” ujar Ady.

Ia menambahkan, intimidasi terhadap wartawan bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng citra daerah. “Bayangkan jika berita tentang intimidasi ini tersebar luas ke media nasional. Nama Merangin akan dikenal bukan karena prestasi, tapi karena kekerasan terhadap jurnalis. Ini memalukan,” ujarnya.

Selain KWIP, sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis juga mengecam keras tindakan premanisme tersebut. Mereka menilai, kasus ini menunjukkan bahwa praktik tambang ilegal di Dam Betuk telah melibatkan banyak kepentingan, sehingga keberadaan wartawan yang mencoba meliput dianggap mengancam.

Kronologi Lengkap Insiden di Dam Betuk

Menurut keterangan sejumlah saksi, insiden bermula saat Dodi Saputra tengah melakukan peliputan kegiatan Wakil Bupati Merangin yang meninjau kondisi kawasan Dam Betuk, Jumat pagi. Setelah kegiatan resmi selesai, Dodi berinisiatif mengambil beberapa gambar tambahan di sekitar lokasi tambang yang diduga beroperasi secara ilegal.

Tiba-tiba, sekitar sepuluh orang pria datang menghampiri dan memintanya berhenti merekam. Mereka kemudian memeriksa ponsel Dodi dan memaksa agar seluruh rekaman video dihapus. Saat Dodi menolak, ponselnya dirampas secara paksa. Salah satu pelaku bahkan mengancam akan memecahkan kamera milik Dodi jika ia tidak menuruti perintah mereka.

Setelah beberapa menit terjadi ketegangan, Dodi akhirnya dipaksa meninggalkan lokasi dengan ancaman verbal. Ia kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak redaksi dan sejumlah rekan wartawan di Merangin. Namun hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih belum memberikan pernyataan resmi terkait perkembangan penyelidikan kasus tersebut.

Kecaman dan Dukungan Solidaritas dari Berbagai Kalangan

Kasus intimidasi ini menimbulkan gelombang solidaritas dari berbagai komunitas pers di Jambi dan daerah lain. Organisasi seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Merangin, dan Forum Jurnalis Merdeka turut menyatakan dukungan moral kepada Dodi Saputra.

Ketua AJI Jambi dalam pernyataannya menilai bahwa perampasan alat kerja dan penghapusan hasil liputan merupakan pelanggaran berat terhadap hak jurnalistik. “Kami meminta kepolisian untuk tidak hanya menindak pelaku lapangan, tapi juga mengusut siapa yang memberi perintah di balik aksi tersebut,” ujar perwakilan AJI.

Beberapa lembaga hukum dan aktivis HAM juga menilai bahwa kejadian di Dam Betuk mencerminkan lemahnya implementasi Undang-Undang Pers di tingkat daerah. Mereka mengingatkan bahwa jurnalis adalah ujung tombak dalam menjaga transparansi publik, terutama di sektor-sektor rawan seperti pertambangan dan kehutanan.

Tambang Ilegal dan Ancaman terhadap Jurnalis

Merangin dikenal sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jambi yang memiliki potensi sumber daya alam cukup besar, termasuk mineral dan batuan. Namun di sisi lain, aktivitas tambang ilegal di beberapa kecamatan, termasuk Tabir Lintas, masih menjadi persoalan serius. Sejumlah laporan media lokal menunjukkan bahwa keberadaan tambang ilegal ini sering kali dibekingi oleh oknum tertentu, baik dari pihak swasta maupun aparat.

Dalam konteks ini, wartawan yang mencoba meliput atau menulis berita tentang aktivitas tambang ilegal kerap berhadapan dengan risiko tinggi. Mereka tidak hanya menghadapi ancaman fisik, tetapi juga tekanan sosial dan ekonomi. Banyak media lokal enggan menurunkan berita tentang tambang ilegal karena khawatir kehilangan iklan atau dukungan dari pihak-pihak tertentu.

Kasus Dodi Saputra memperlihatkan betapa rumitnya tantangan yang dihadapi jurnalis daerah ketika harus berhadapan dengan kepentingan ekonomi besar. Dalam banyak kasus, keberanian wartawan dalam mengungkap kebenaran tidak diimbangi dengan perlindungan hukum yang memadai.

Kewajiban Negara Melindungi Wartawan

Para pengamat media menilai bahwa negara harus hadir dan tegas dalam melindungi kebebasan pers. Penegakan hukum terhadap pelaku intimidasi bukan hanya soal keadilan bagi korban, tetapi juga pesan moral bahwa profesi jurnalis dilindungi oleh konstitusi.

Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 19, disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, termasuk kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi melalui media apa pun. Prinsip ini juga dijabarkan dalam Konstitusi Indonesia, yang menjamin kebebasan pers sebagai bagian dari hak asasi warga negara.

“Negara tidak boleh abai. Jika wartawan terus diintimidasi, maka ruang demokrasi akan semakin menyempit. Kasus ini harus menjadi momentum untuk memperkuat sistem perlindungan bagi jurnalis di daerah,” ujar salah satu pengamat media dari Universitas Jambi.

Solidaritas Nasional dan Harapan Baru bagi Pers Daerah

Seiring meningkatnya perhatian terhadap kasus ini, sejumlah organisasi nasional di Jakarta juga mulai memberikan pernyataan sikap. Dewan Pers, dalam keterangan resminya, mengaku telah menerima laporan dari redaksi Nusantara TV dan berjanji akan berkoordinasi dengan aparat untuk memastikan penegakan hukum berjalan sesuai prosedur.

“Kami akan memantau proses penyelidikan ini. Kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap UU Pers. Kami mendesak kepolisian untuk memproses kasus ini secara terbuka dan transparan,” ujar salah satu anggota Dewan Pers.

Sementara itu, sejumlah jurnalis di Jambi berencana menggelar Aksi Damai untuk Kebebasan Pers di depan kantor bupati Merangin dalam waktu dekat. Aksi ini bertujuan untuk menunjukkan solidaritas terhadap Dodi Saputra sekaligus menuntut keadilan bagi seluruh wartawan yang pernah mengalami kekerasan di lapangan.

Penutup: Kebebasan Pers adalah Fondasi Demokrasi

Kasus intimidasi terhadap Dodi Saputra di Dam Betuk, Merangin, bukan sekadar persoalan antara individu atau media tertentu. Ini adalah peringatan serius bagi seluruh pihak bahwa kebebasan pers di Indonesia masih rentan terhadap ancaman. Ketika jurnalis tidak bisa bekerja bebas, masyarakat kehilangan haknya untuk mendapatkan informasi yang benar.

Seperti dikatakan Ady Lubis di akhir pernyataannya, “Kami tidak akan tinggal diam. Negara harus hadir melindungi wartawan, karena kebebasan pers adalah roh demokrasi. Tanpa itu, bangsa ini akan buta terhadap kebenaran.”

Seluruh elemen masyarakat diharapkan dapat mendukung upaya penegakan hukum dan perlindungan terhadap jurnalis. Karena dalam setiap berita yang ditulis, wartawan sejatinya sedang berjuang untuk kepentingan publik, bukan pribadi.

Penulis: Tim Redaksi Navigasi.in
Tanggal: 9 November 2025

navigasiin
navigasiin navigasiin adalah portal Situs Berita Berbahasa Indonesia yang menyajikan berita terkini terpercaya sebagai petunjuk inspirasi anda

Post a Comment for "KWIP Merangin Kutuk Keras Intimidasi terhadap Jurnalis Nusantara TV: Kebebasan Pers Tidak Boleh Dibungkam"