Youtube

Waspada! e-Wallet Nganggur Berpotensi Diblokir PPATK

Navigasi.in - Jakarta, 7 Agustus 2025 — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah mempertimbangkan langkah baru yang cukup mengejutkan publik. Setelah menerapkan kebijakan pemblokiran terhadap rekening bank yang tidak aktif atau dormant, kini PPATK mengisyaratkan kemungkinan memperluas kebijakan itu ke platform e-wallet atau dompet digital yang juga sudah lama tak digunakan.

Waspada! e-Wallet Nganggur Berpotensi Diblokir PPATK
Waspada! e-Wallet Nganggur Berpotensi Diblokir PPATK

Hal ini diungkapkan langsung oleh Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, pada Selasa, 5 Agustus 2025, dalam pernyataannya kepada media. Ia menyebut bahwa PPATK akan meninjau terlebih dahulu potensi risiko dari e-wallet yang tidak aktif sebelum mengambil kebijakan lebih lanjut.

"Nanti kita lihat dulu risikonya e-wallet. Sekarang kripto kan juga bisa [dimanfaatkan untuk tindak pidana]. Jadi kami tidak menutup kemungkinan jika e-wallet juga perlu diawasi lebih ketat," ujar Danang.

PPATK Fokus pada Risiko Transaksi Digital

Di tengah perkembangan ekonomi digital, penggunaan e-wallet meningkat tajam. Aplikasi seperti OVO, GoPay, DANA, ShopeePay, hingga LinkAja telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Kemudahan transaksi, promo menarik, serta kemajuan teknologi menjadi pemicu utama.

Namun, justru karena kemudahan inilah celah penyalahgunaan semakin terbuka lebar. Menurut PPATK, banyak pihak kini memanfaatkan akun e-wallet kosong atau yang tidak aktif sebagai saluran atau channel untuk menampung dana hasil kejahatan.

PPATK khawatir, jika tidak segera diatur, dompet digital yang dibiarkan menganggur bisa dijadikan alat pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga transaksi ilegal lintas negara. Selama ini, sorotan PPATK memang masih tertuju pada rekening bank, tetapi dalam waktu dekat perhatian mereka akan diperluas.

Belajar dari Rekening Dormant

Kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif yang diterapkan PPATK sejak 15 Mei 2025 menjadi dasar dari kemungkinan langkah terhadap e-wallet. Dalam kebijakan tersebut, PPATK bekerja sama dengan perbankan nasional untuk mengidentifikasi dan memblokir rekening yang sudah tidak aktif dalam kurun waktu tertentu.

Menurut data resmi, lebih dari 122 juta rekening dormant telah diblokir sejak pertengahan Mei, dan sebagian sudah dibuka kembali setelah proses verifikasi pemilik sah dilakukan oleh pihak bank. PPATK menyebut langkah ini sebagai bentuk perlindungan terhadap nasabah dari penyalahgunaan akun oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Banyak rekening dormant ternyata diambil alih oleh pelaku kejahatan. Modusnya beragam, mulai dari jual beli akun, pencurian data, hingga rekayasa sosial. Dana hasil korupsi, narkotika, dan kejahatan siber kerap masuk ke rekening-rekening jenis ini," jelas Danang.

Pemblokiran e-Wallet: Wacana atau Keniscayaan?

Kendati saat ini masih sebatas wacana, sinyal dari PPATK ini membuat sejumlah pihak mulai waspada. Beberapa analis menyebut bahwa pemblokiran e-wallet bisa lebih kompleks dibandingkan rekening bank. Hal ini karena regulasi e-wallet di Indonesia masih dalam tahap perkembangan, dan pengelolaannya melibatkan pihak swasta dengan sistem tersendiri.

Selain itu, pengguna e-wallet juga jauh lebih beragam. Banyak masyarakat Indonesia, terutama di daerah, menggunakan e-wallet hanya untuk keperluan tertentu dan dalam periode waktu terbatas. Jika pemblokiran diberlakukan secara kaku tanpa fleksibilitas, bisa memicu protes publik yang lebih luas.

Meski begitu, beberapa kalangan mendukung langkah ini selama pelaksanaannya adil dan transparan. Menurut Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Yudi Haryanto, penting bagi regulator dan pelaku industri untuk duduk bersama membahas standar keamanan dan perlindungan konsumen.

"Kami siap mendukung PPATK dalam menjaga integritas sistem keuangan digital. Namun, harus ada kejelasan kriteria, masa tenggang, serta mekanisme notifikasi bagi pengguna agar tidak ada yang dirugikan," tegas Yudi.

Dampak terhadap Pengguna

Apabila kebijakan pemblokiran e-wallet diterapkan, jutaan pengguna akan terkena dampaknya, baik secara langsung maupun tidak. Terlebih, banyak pengguna yang menyimpan saldo dalam nominal kecil sebagai tabungan darurat atau cadangan transaksi mendadak.

Beberapa pengguna menyuarakan kekhawatiran mereka melalui media sosial. Salah satu pengguna menulis di platform X (sebelumnya Twitter), "Saya sering pakai e-wallet cuma sebulan sekali buat bayar listrik. Kalau diblokir tiba-tiba karena dianggap nganggur, repot banget."

Menurut PPATK, semua langkah ini tidak bertujuan menyulitkan masyarakat, melainkan mencegah kejahatan keuangan dan melindungi data serta dana pengguna. Ke depannya, sosialisasi dan komunikasi akan ditingkatkan agar publik tidak salah paham terhadap kebijakan ini.

Tantangan Hukum dan Regulasi

Penerapan kebijakan semacam ini membutuhkan dasar hukum yang kuat. Dalam kasus rekening bank, PPATK memiliki dukungan dari Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan peraturan Bank Indonesia. Namun untuk e-wallet, landasan hukum dan koordinasi antarinstansi masih harus diperkuat.

Menurut pengamat hukum digital dari Universitas Indonesia, Dr. Rina Utami, setiap intervensi terhadap rekening digital harus berdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan kejelasan prosedural.

"Jika e-wallet pengguna tiba-tiba diblokir tanpa pemberitahuan, ini berpotensi melanggar hak-hak konsumen dan bisa menjadi bumerang hukum bagi pemerintah," ujarnya.

PPATK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini sedang menjajaki kerja sama teknis untuk merancang sistem pelaporan aktivitas mencurigakan di e-wallet secara otomatis atau automated suspicious transaction reporting. Sistem ini diharapkan mampu menyaring mana e-wallet yang benar-benar menganggur, dan mana yang hanya tidak aktif sementara.

Kesimpulan: Menuju Ekosistem Digital yang Aman

Langkah PPATK untuk mempertimbangkan pemblokiran e-wallet yang tidak aktif merupakan sinyal penting bahwa era transaksi digital memerlukan pengawasan yang lebih ketat. Walau menuai pro dan kontra, inisiatif ini pada dasarnya bertujuan untuk menjaga keamanan sistem keuangan nasional dari penyalahgunaan dan aktivitas ilegal.

Namun demikian, implementasinya harus hati-hati, transparan, dan disertai edukasi publik agar tidak menimbulkan kekhawatiran berlebihan. Regulasi yang seimbang antara perlindungan konsumen dan penegakan hukum harus menjadi dasar dalam pengambilan keputusan.

Dalam waktu dekat, publik tentu akan menanti langkah lanjutan dari PPATK: apakah e-wallet yang menganggur akan benar-benar diblokir, atau cukup diawasi secara intensif sambil menunggu dasar hukum yang lebih kokoh?

Reporter: Tim Navigasi.in
Editor: Redaksi Nasional

Post a Comment for "Waspada! e-Wallet Nganggur Berpotensi Diblokir PPATK"