Youtube

Dua Siswi SMKN Dikeluarkan karena Acungkan Jari Tengah ke Guru: Potret Krisis Etika di Sekolah

Navigasiin - Limbung, Gowa (Sulawesi Selatan) — Dunia pendidikan kembali digegerkan oleh ulah tidak terpuji yang dilakukan oleh dua siswi salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di daerah Limbung, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sebuah video yang beredar luas di media sosial memperlihatkan dua siswi mengacungkan jari tengah tepat di depan wajah seorang guru saat berada di dalam kelas.

Dua Siswi SMKN Dikeluarkan karena Acungkan Jari Tengah ke Guru: Potret Krisis Etika di Sekolah
Dua Siswi SMKN Dikeluarkan karena Acungkan Jari Tengah ke Guru: Potret Krisis Etika di Sekolah

Tindakan yang dinilai sebagai bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap otoritas guru ini sontak memancing amarah netizen. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana etika peserta didik dapat menurun sedemikian drastis hingga nekat melakukan tindakan yang dianggap melecehkan figur pendidik secara terbuka.

Kejadian Terekam Kamera dan Viral di Media Sosial



Kejadian ini terekam dalam sebuah video berdurasi singkat yang memperlihatkan salah satu siswi berdiri di depan guru, sementara rekannya tampak merekam dengan ponsel. Dalam video tersebut, siswi itu tanpa ragu mengacungkan jari tengah di depan wajah guru, yang tampak berusaha tetap tenang meski mendapat perlakuan tidak hormat.

Tidak butuh waktu lama, video itu menyebar di berbagai platform media sosial. Warganet pun ramai-ramai mengecam sikap kedua siswi, menyebut tindakan tersebut sebagai simbol “hilangnya etika” dan “gagalnya pendidikan moral di rumah maupun sekolah.”

Pemanggilan Orang Tua dan Tindakan Sekolah

Menanggapi kejadian tersebut, pihak sekolah tidak tinggal diam. Pada Jumat, 1 Agustus 2025, pihak SMKN memanggil kedua siswi bersama orang tua masing-masing untuk menghadiri pertemuan khusus yang melibatkan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru bimbingan konseling, dan perwakilan komite sekolah.

Dalam forum tersebut, pihak sekolah menyampaikan hasil penelusuran internal, mendengarkan keterangan dari semua pihak, dan menyampaikan bahwa tindakan tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai kedisiplinan, sopan santun, serta tata krama yang dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan.

Setelah melalui diskusi dan pertimbangan menyeluruh, diputuskan bahwa kedua siswi tersebut dikeluarkan dari sekolah sebagai bentuk sanksi tegas atas perbuatan yang dinilai mencoreng nama baik institusi pendidikan.

Kepala sekolah menyampaikan, “Ini bukan soal emosi sesaat, tapi soal menjaga martabat lembaga pendidikan. Kami tidak ingin kejadian ini menjadi preseden buruk bagi siswa lain.”

Reaksi Netizen: Dukung Keputusan Sekolah, Soroti Pola Asuh

Publik luas sebagian besar mendukung tindakan tegas dari pihak sekolah. Banyak netizen yang memuji langkah cepat dan ketegasan sekolah dalam menegakkan disiplin dan etika. Namun, tak sedikit pula yang mengangkat sisi lain dari kejadian ini, yaitu perlunya evaluasi lebih dalam terhadap sistem pendidikan karakter dan peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya di rumah.

“Kalau dari kecil tidak diajari menghormati orang tua dan guru, inilah akibatnya. Ini bukan hanya tanggung jawab sekolah, tapi orang tua juga harus introspeksi.”

“Dulu kami bahkan tidak berani duduk sebelum dipersilakan guru. Sekarang, anak-anak bisa seenaknya menghina guru dan menganggap itu keren. Miris.”

Namun di sisi lain, beberapa pihak menilai bahwa pengeluaran dari sekolah harus disertai dengan upaya pendampingan lanjutan agar kedua siswi tidak kehilangan hak atas pendidikan. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulsel, misalnya, menyatakan bahwa meski tindakan mereka salah, pendekatan yang menyeluruh terhadap pembinaan tetap perlu diberikan.

Krisis Etika dan Tantangan Sekolah Zaman Sekarang

Kejadian ini menjadi salah satu contoh dari banyak kasus serupa yang menunjukkan adanya krisis etika dan moral di kalangan pelajar. Dalam era digital yang penuh kebebasan berekspresi, tidak sedikit anak-anak yang gagal membedakan antara kebebasan dan ketidaksopanan. Tantangan ini menjadi PR besar bagi sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.

Psikolog pendidikan, Dr. Nursanti Ningsih, menyatakan bahwa tindakan seperti ini bisa jadi merupakan kombinasi dari kurangnya pengawasan, rendahnya empati, dan pengaruh lingkungan digital yang tidak terkontrol.

“Banyak anak merasa keren jika viral di media sosial, tanpa memahami bahwa apa yang mereka lakukan bisa berdampak panjang pada masa depan mereka,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa anak-anak seperti ini bukan untuk dikutuk, tetapi perlu pendekatan yang tepat agar mereka memahami kesalahan dan bisa berubah. Namun dalam konteks sekolah, sanksi tetap dibutuhkan sebagai bentuk pendidikan sosial.

Harus Ada Refleksi Lebih Dalam

Kejadian ini seharusnya tidak hanya berhenti sebagai berita viral. Dunia pendidikan, pemerintah, dan masyarakat luas perlu menjadikannya sebagai bahan refleksi bersama. Apakah sistem pendidikan kita sudah benar-benar menanamkan nilai kesopanan? Apakah orang tua terlalu sibuk hingga lupa mengajarkan batas-batas moral dan etika dasar kepada anak?

Lebih dari sekadar hukuman, ini harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh: dari kurikulum pendidikan karakter, budaya sekolah, hingga keterlibatan aktif keluarga dalam membentuk kepribadian anak.

Nasib Kedua Siswi Setelah Dikeluarkan

Hingga berita ini ditulis, belum ada informasi resmi ke mana kedua siswi tersebut akan melanjutkan pendidikan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa mereka sedang dalam proses mencari sekolah alternatif, namun keputusan akhir masih menunggu arahan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa.

Pihak sekolah juga menyatakan bahwa mereka terbuka untuk bekerja sama dengan pihak lain yang ingin memberikan pendampingan kepada kedua siswi, asalkan ada kesungguhan dari pihak keluarga untuk memperbaiki sikap dan komitmen pada pembinaan karakter.

Penutup

Kasus dua siswi SMKN di Gowa yang mengacungkan jari tengah ke guru hingga berujung pada pengeluaran dari sekolah menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Pendidikan tidak hanya soal nilai akademik, tetapi juga tentang membentuk kepribadian, etika, dan rasa hormat kepada orang lain—terutama kepada guru yang seharusnya menjadi teladan dan panutan.

Sekolah bukan hanya tempat untuk mengajar, tapi juga untuk mendidik. Namun tugas mendidik tidak bisa dilakukan sendiri oleh sekolah. Ia adalah tanggung jawab bersama: antara guru, orang tua, dan masyarakat. Ketika satu bagian abai, maka yang dirugikan bukan hanya satu individu, tapi generasi masa depan bangsa ini.

#beritaviral

Post a Comment for "Dua Siswi SMKN Dikeluarkan karena Acungkan Jari Tengah ke Guru: Potret Krisis Etika di Sekolah"