Youtube

SAAT SANG PATIH TUMBANG: AKHIR DARI GAJAH MADA

Navigasiin - "Ia membungkam Nusantara dengan sumpah, tapi sejarah membungkamnya dengan luka."

SAAT SANG PATIH TUMBANG: AKHIR DARI GAJAH MADA
SAAT SANG PATIH TUMBANG: AKHIR DARI GAJAH MADA


Majapahit, 1364 – Mahapatih Gajah Mada, sang pengukir Sumpah Palapa yang legendaris, telah menghembuskan nafas terakhirnya dalam kesunyian. Berbeda dengan kejayaannya di masa lalu, sang panglima perkasa itu pergi tanpa kemegahan, tanpa upacara kebesaran—hanya nama besarnya yang terus bergema dalam sejarah.

Sumpah yang Menggetarkan Nusantara


Dahulu, Gajah Mada bersumpah di hadapan Ratu Tribhuwana Tunggadewi: "Saya tidak akan menikmati palapa sebelum seluruh Nusantara bersatu di bawah Majapahit!"

Dan sumpah itu bukanlah kata-kata kosong. Dengan tangan besinya, ia menaklukkan kerajaan demi kerajaan, mempersatukan wilayah dari Sumatra hingga Maluku di bawah panji Majapahit. Ia bukan raja, tapi kekuasaannya melebihi titah raja.

Bubat: Titik Balik Tragis


Namun, tahun 1357 menjadi awal keruntuhan moral sang patih. Dalam Perang Bubat, pasukan Majapahit di bawah komandonya memaksa rombongan pengantin Sunda untuk tunduk—bukan bersatu dalam pernikahan politik antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka.

Tragedi itu berakhir dengan darah. Raja Sunda, keluarga, dan pengawalnya gugur. Dyah Pitaloka, sang putri cantik, memilih bunuh diri daripada menanggung malu.

"Majapahit menang secara militer, tapi Gajah Mada kalah secara moral," tulis seorang pujangga istana.

Kejatuhan Sang Mahapatih


Dendam rakyat Sunda berkobar. Para bangsawan Majapahit mulai mempertanyakan kebijakannya. Bahkan Hayam Wuruk, sang raja yang dulu begitu mempercayainya, diam dalam kebimbangan—antara kekecewaan dan loyalitas.

Gajah Mada tak dipecat, tapi perlahan disingkirkan. Ia mengundurkan diri, hidup dalam kesepian, jauh dari gemerlap istana. Hingga akhirnya, ia meninggal tanpa kemegahan—hanya meninggalkan warisan gagasan persatuan Nusantara yang jauh melampaui zamannya.

Warisan yang Tak Pernah Mati


Gajah Mada mungkin jatuh, tapi visinya tetap hidup. Ia bukan pahlawan tanpa noda, tapi bukti bahwa sejarah besar sering ditulis dengan tekad kuat—meski harus dibayar mahal.

Kini, ketika sang patih telah tiada, Nusantara masih mengenang: sumpahnya menggetarkan, kejatuhannya mengharukan.

#GajahMada #Majapahit #Bubat #SejarahNusantara 

Posting Komentar untuk "SAAT SANG PATIH TUMBANG: AKHIR DARI GAJAH MADA"