Asal Usul Nama Kotabumi: Sejarah, Adat, dan Warisan Pepadun di Lampung Utara
Navigasi.in, Lampung Utara – Nama Kotabumi atau Kutobumi yang kini dikenal sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Lampung Utara ternyata menyimpan sejarah panjang yang erat kaitannya dengan adat Pepadun. Hal ini disampaikan oleh tokoh adat setempat, di antaranya A. Akuan Abung, SE., gelar Nadikiyang Pun Minak Yang Abung selaku Ketua Badan Perwatin Lappung Pepadun Kutobumi Tigo Gandung, serta Iwan Setiawan, gelar Suttan Rajo Pucak Mergo. Mereka menegaskan bahwa asal-usul nama Kotabumi tidaklah sederhana, melainkan bagian dari identitas adat dan silsilah leluhur yang diwariskan turun-temurun.
![]() |
Asal Usul Nama Kotabumi: Sejarah, Adat, dan Warisan Pepadun di Lampung Utara |
Makna Kotabumi Menurut Tokoh Adat
Dalam wawancara yang dilakukan di kediaman Keratun Ratu Diputtjak, A. Akuan Abung menjelaskan bahwa nama Kutobumei atau Kotabumi bukan berasal dari nama seorang raja ataupun leluhur tertentu. “Kuto adalah pagar, sedangkan kebumian adalah Pepadun. Jadi, Kotabumi berarti pagar kebumian, pagar pepadun, bukan kota seperti dalam pengertian modern,” ungkapnya.
Menurutnya, banyak tulisan dan artikel yang salah kaprah dalam menafsirkan sejarah Kotabumi, bahkan ada yang mengaitkannya dengan sosok raja fiktif. Hal ini dianggapnya menyesatkan karena tidak sesuai dengan silsilah asli masyarakat adat Pepadun.
“Tidak ada sejarah dan legenda yang mengatakan adanya Raja Tutur Jimat atau Peniakan Dalom. Itu benar-benar mengada-ada. Sejarah asli Kotabumi adalah tentang pagar kebumian, bukan tentang raja tunggal. Pepadun tidak mengenal raja tunggal, melainkan penyimbang-penyimbang yang duduk sejajar.” – A. Akuan Abung
Kotabumi sebagai Pusat Tigo Gandung
Kotabumi sendiri terbagi atas tiga wilayah adat besar yang disebut Kutobumi Tigo Gandung, yakni Kotabumi Udik, Kotabumi Ilir, dan Kotabumi Tengah. Ketiganya memiliki akar sejarah yang sama, yakni dari garis keturunan Kedatuan Ratu Diputtjak. Dari sinilah lahir berbagai suku yang kemudian membentuk komunitas adat Kotabumi hingga sekarang.
Akuan Abung menegaskan bahwa masyarakat Kotabumi adalah keturunan dari Puyang Minak Trio Diso yang menurunkan Puyang Minak Penatih Tuho atau Minak Rajo Dunio. Dari garis keturunan inilah muncul dua figur penting: Minak Semelasem dan Guttei Selanguw, yang menurunkan berbagai suku asli Kotabumi.
Suku-Suku Asal Kotabumi
Saat ini, di Kotabumi terdapat setidaknya 12 suku asal yang masih diakui dan hidup berdampingan. Seluruh suku ini dipandang sejajar tanpa adanya hirarki yang membedakan derajat satu sama lain. Mereka semua adalah keturunan Ratu Diputtjak, sehingga memiliki hak adat dan kedudukan yang sama dalam musyawarah adat.
Suku-suku tersebut terbagi antara keturunan Minak Semelasem dan Guttei Selanguw. Suku Bumi Agung berasal dari garis Minak Semelasem, sedangkan dari Guttei Selanguw lahir suku Bilik Ghabo, Bilik Libo, Wai Abung Ghabo, Wai Abung Libo, Sukkung Kahhuw/Ngediko Huw, serta beberapa kelompok lainnya.
Inilah yang disebut sebagai isi dari Kutobumei, yang memperlihatkan bahwa Kotabumi bukan hanya sekadar nama daerah, melainkan simbol persatuan berbagai suku yang hidup di bawah naungan adat Pepadun.
Silsilah Leluhur Kotabumi
Berdasarkan keterangan yang disampaikan A. Akuan Abung, silsilah asal-usul orang Kotabumi cukup panjang. Berikut runtutan garis keturunan yang dipercaya:
- Tali Tunggal (tepi Bawang Toba)
- Roh Tunggal
- Sang Bimo Tunggal
- Serappuw Biso (tepi Sungai Batang, antara Bukit Tinggi dan Pagaruyung)
- Biso Begajah
- Putro Guruw
- Sang Balai Kuwang (tepi Gunung Kerinci)
- Appuw SeTubuw
- Appuw Canggih
- Appuw Serutting (Rejang Beghak, Lebong Tandai – Lematang Bengkulu, lalu Bukit Pesagi)
- Sang Begeduh / Minak Riyo Begeduh / Minak Riyo Mangkubumi (Ratu Diputtcak I)
- Minak Peduko Begeduh (Ratu Diputtcak II)
- Unyai / Nunyai (Minak Terio Diso)
- Minak Rajo Dunio (Minak Penatih Tuho)
- Minak Semelasem dan adiknya Guttei Selanguw
Dari keturunan Minak Semelasem dan Guttei Selanguw inilah lahir komunitas yang kini disebut Jimo Kutobumei atau orang Kotabumi.
Pepadun: Sistem Sosial yang Egaliter
Salah satu hal yang menarik dari adat Lampung Pepadun, khususnya di Kotabumi, adalah sistem kepemimpinan yang egaliter. Tidak ada raja tunggal seperti di kerajaan-kerajaan lain. Sebaliknya, masyarakat dipimpin oleh penyimbang atau kepala adat yang kedudukannya sejajar satu sama lain. Penyimbang inilah yang berperan sebagai “raja kecil” dalam kebumiannya masing-masing.
Konsep ini menjadikan masyarakat Kotabumi lebih demokratis dalam pengambilan keputusan, karena musyawarah adat melibatkan semua penyimbang. Hal ini juga memperkuat semangat “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi” yang menjadi ciri khas adat Lampung Pepadun.
Polemik Sejarah dan Klarifikasi Tokoh Adat
Beberapa tahun terakhir, sempat muncul artikel dan cerita rakyat yang menghubungkan asal-usul Kotabumi dengan tokoh-tokoh fiktif seperti Raja Tutur Jimat atau Peniakan Dalom. Namun, tokoh adat Lampung Utara dengan tegas membantah hal tersebut. Mereka menilai kisah semacam itu hanya karangan yang tidak sesuai dengan fakta adat dan sejarah asli.
“Leluhur kami tidak pernah memiliki nama-nama itu. Kami keturunan Ratu Diputtjak, bukan kedatuan lain. Jadi setiap klaim yang menyebutkan adanya raja tertentu di Kotabumi harus diluruskan,” tegas Akuan Abung.
Kotabumi dalam Perspektif Modern
Kini, Kotabumi bukan hanya dikenal sebagai pusat Kabupaten Lampung Utara, tetapi juga sebagai kota yang kaya akan sejarah dan tradisi adat. Nama Kotabumi tetap menjadi simbol jati diri masyarakat adat setempat yang ingin menjaga warisan leluhur mereka. Setiap kegiatan adat, termasuk munggah bumi, masih dilaksanakan dengan penuh khidmat sebagai wujud penghormatan kepada tradisi.
Generasi muda diharapkan terus mempelajari dan melestarikan sejarah ini, agar tidak hilang ditelan zaman. Sebab, memahami asal-usul daerah bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga menjadi dasar dalam membangun identitas ke depan.
Kesimpulan
Sejarah asal-usul nama Kotabumi adalah bagian penting dari narasi besar masyarakat Lampung Pepadun. Makna Kotabumi sebagai “pagar kebumian” menegaskan bahwa daerah ini bukan sekadar pusat administratif, melainkan simbol peradaban adat yang egaliter dan penuh makna.
Dengan penjelasan dari tokoh adat seperti A. Akuan Abung dan Iwan Setiawan, kini masyarakat memiliki pemahaman yang lebih jelas mengenai akar sejarah Kotabumi. Hal ini penting untuk meluruskan kesalahpahaman yang selama ini beredar, sekaligus memperkuat jati diri masyarakat Lampung Utara dalam bingkai adat dan budaya.
Laporan: Redaksi Navigasi.in
Post a Comment for "Asal Usul Nama Kotabumi: Sejarah, Adat, dan Warisan Pepadun di Lampung Utara"