Youtube

Inflasi AS Naik Jadi 2,9% pada Agustus, Klaim Pengangguran Melonjak — Akankah The Fed Pangkas Suku Bunga Lebih Cepat?

Navigasi.in – Data terbaru dari pemerintah Amerika Serikat menunjukkan bahwa inflasi naik menjadi 2,9% secara tahunan (year-over-year) pada bulan Agustus 2025, didorong oleh kenaikan harga bahan bakar dan makanan. Laporan ini sekaligus memperlihatkan klaim pengangguran melonjak ke 263.000, level tertinggi sejak 2021, memicu kekhawatiran tentang pelemahan pasar tenaga kerja dan memberi tekanan pada Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Inflasi AS Naik Jadi 2,9% pada Agustus, Klaim Pengangguran Melonjak — Akankah The Fed Pangkas Suku Bunga Lebih Cepat?
Inflasi AS Naik Jadi 2,9% pada Agustus, Klaim Pengangguran Melonjak — Akankah The Fed Pangkas Suku Bunga Lebih Cepat?


Kenaikan harga secara bulanan tercatat 0,4%, lebih tinggi dari ekspektasi analis yang memperkirakan 0,3%. Sementara itu, inflasi inti (core inflation), yang tidak memasukkan harga makanan dan energi yang lebih fluktuatif, bertahan di 3,1%. Angka ini menunjukkan bahwa tekanan harga di sektor-sektor lain masih cukup persisten, meskipun ada tanda-tanda pelemahan ekonomi.

Kenaikan Inflasi: Gas dan Makanan Jadi Pendorong Utama

Laporan Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menyebutkan bahwa sebagian besar kenaikan CPI bulan Agustus didorong oleh harga bensin yang melonjak seiring ketegangan geopolitik dan gangguan pasokan minyak global. Selain itu, harga bahan makanan, khususnya daging dan produk susu, juga naik signifikan karena biaya distribusi yang meningkat.

Ekonom memperingatkan bahwa jika harga energi terus naik dalam beberapa bulan ke depan, inflasi bisa kembali melampaui target The Fed sebesar 2% dan membuat bank sentral harus menyeimbangkan antara melawan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi.

Klaim Pengangguran Capai Level Tertinggi 4 Tahun

Selain inflasi, pasar tenaga kerja menjadi sorotan besar. Klaim awal tunjangan pengangguran (jobless claims) naik menjadi 263.000, level tertinggi sejak pandemi COVID-19 pada 2021. Lonjakan klaim ini memicu kekhawatiran bahwa perusahaan-perusahaan mulai memperlambat perekrutan atau bahkan memangkas tenaga kerja sebagai respons terhadap perlambatan permintaan konsumen.

Beberapa sektor yang paling terdampak termasuk teknologi, ritel, dan manufaktur. Perusahaan besar seperti beberapa raksasa e-commerce dilaporkan melakukan PHK massal pada kuartal ini. Data ini menambah tekanan pada The Fed untuk segera melonggarkan kebijakan moneter agar pasar tenaga kerja tidak jatuh lebih dalam.

Dilema The Fed: Inflasi vs. Lapangan Kerja

Kondisi ini menempatkan Federal Reserve dalam posisi yang sulit. Di satu sisi, inflasi masih berada di atas target, tetapi di sisi lain, pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda pelemahan. The Fed harus memutuskan apakah akan memprioritaskan penurunan inflasi dengan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama atau melindungi lapangan kerja dengan memangkas suku bunga lebih cepat.

Pasar uang kini memperkirakan 88% peluang The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 0,25% pada pertemuan minggu depan. Bahkan sebagian pelaku pasar bertaruh pada langkah yang lebih agresif, yakni pemangkasan 0,5%. Keputusan ini akan sangat penting karena dapat menentukan arah perekonomian AS hingga akhir tahun.

Reaksi Pasar Keuangan

Pasar saham Wall Street bergerak beragam setelah rilis data ini. Indeks S&P 500 sempat terkoreksi tipis sebelum rebound, sementara indeks Nasdaq justru mencatat kenaikan karena investor berspekulasi bahwa penurunan suku bunga akan membantu sektor teknologi. Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS (Treasury yields) turun karena investor memburu aset safe haven dengan asumsi The Fed akan segera memangkas suku bunga.

Pasar kripto juga bereaksi positif. Bitcoin naik hampir 3% dalam 24 jam terakhir, menembus kembali level $62.000. Investor melihat peluang bahwa kebijakan moneter yang lebih longgar akan meningkatkan likuiditas dan mendorong permintaan aset berisiko seperti kripto.

Dampak Global dan Risiko Resesi

Kenaikan inflasi dan lonjakan pengangguran di AS bukan hanya isu domestik. Ekonomi global juga ikut terpengaruh. Negara-negara berkembang yang bergantung pada ekspor ke AS dapat melihat permintaan melemah jika ekonomi Amerika mengalami perlambatan tajam. Selain itu, fluktuasi nilai dolar AS dapat menimbulkan tekanan pada mata uang negara lain, termasuk rupiah.

Sejumlah ekonom memperingatkan risiko resesi teknis jika The Fed terlambat memangkas suku bunga. Perlambatan belanja konsumen, kenaikan pengangguran, dan inflasi yang tetap tinggi bisa menjadi kombinasi yang berbahaya. Bank Dunia bahkan menyebutkan bahwa jika kebijakan moneter terlalu ketat selama paruh kedua 2025, pertumbuhan global bisa turun di bawah 2,5%, level yang mendekati resesi global.

Analisis: Apa Artinya bagi Investor?

Bagi investor, situasi saat ini menuntut strategi yang hati-hati. Volatilitas pasar kemungkinan akan meningkat menjelang pengumuman The Fed minggu depan. Beberapa analis merekomendasikan diversifikasi portofolio ke aset yang lebih tahan terhadap inflasi seperti emas atau aset riil lainnya. Sementara itu, investor obligasi mungkin melihat peluang jika imbal hasil turun akibat ekspektasi pemangkasan suku bunga.

Bagi investor kripto, kebijakan moneter yang lebih longgar biasanya mendukung pergerakan harga aset digital. Namun, jika kondisi ekonomi memburuk terlalu cepat, bisa terjadi risk-off sentiment di mana investor menarik dana dari aset berisiko, termasuk kripto.

Prospek Kebijakan Moneter Hingga Akhir 2025

Banyak pengamat memperkirakan bahwa The Fed tidak akan berhenti hanya pada satu kali pemangkasan suku bunga. Jika data pengangguran terus memburuk dan inflasi mulai turun ke bawah 2,5% pada akhir tahun, kemungkinan akan ada serangkaian pemangkasan tambahan pada kuartal IV 2025. Hal ini bisa membantu menstabilkan pasar tenaga kerja dan mencegah perlambatan ekonomi yang lebih dalam.

Namun, risiko stagflasi — kondisi di mana inflasi tetap tinggi sementara pertumbuhan ekonomi melambat — masih membayangi. Jika ini terjadi, The Fed akan menghadapi tantangan yang lebih kompleks karena pemangkasan suku bunga bisa memperburuk inflasi.

Kesimpulan: Minggu Depan Jadi Momen Kritis

Data inflasi Agustus dan lonjakan klaim pengangguran menjadi kombinasi yang akan sangat memengaruhi keputusan The Fed. Investor di seluruh dunia akan memperhatikan rapat FOMC minggu depan untuk melihat arah kebijakan moneter selanjutnya. Apakah The Fed akan memilih soft landing dengan pemangkasan suku bunga terukur atau mengambil langkah besar demi mencegah perlambatan ekonomi yang lebih tajam?

Satu hal yang pasti: bulan September 2025 akan menjadi periode penting bagi pasar global, dan keputusan The Fed akan membawa dampak jangka panjang bagi saham, obligasi, dan bahkan aset digital. Bagi pembaca Navigasi.in, ini saatnya tetap mengikuti perkembangan berita ekonomi makro dengan cermat karena keputusan kebijakan moneter dapat memengaruhi perekonomian dunia, termasuk Indonesia.

Reporter: Tim Navigasi.in | Editor: Ekonomi & Keuangan Global

Post a Comment for "Inflasi AS Naik Jadi 2,9% pada Agustus, Klaim Pengangguran Melonjak — Akankah The Fed Pangkas Suku Bunga Lebih Cepat?"