Youtube

Indonesia Menuju Kebangkitan Besar: Antara Harapan Menjadi Kekuatan Dunia dan Ancaman “Zimbabwe Effect”

Jakarta – Dalam satu dekade terakhir, Indonesia semakin sering disebut sebagai calon kekuatan ekonomi dunia. Banyak analis menyebut negeri ini sebagai “Indonesia the Next Powerhouse” karena pertumbuhan ekonominya yang stabil, bonus demografi, dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Namun di balik optimisme itu, sejumlah pakar juga mengingatkan bahwa Indonesia perlu berhati-hati agar tidak mengulang krisis ekonomi seperti yang dialami Zimbabwe pada awal 2000-an, di mana hiperinflasi menghancurkan daya beli masyarakat dan membuat ekonomi runtuh.


Indonesia Menuju Kebangkitan Besar: Antara Harapan Menjadi Kekuatan Dunia dan Ancaman “Zimbabwe Effect”
Indonesia Menuju Kebangkitan Besar: Antara Harapan Menjadi Kekuatan Dunia dan Ancaman “Zimbabwe Effect”


Isu ini semakin relevan ketika dunia memasuki fase ketidakpastian global: perang dagang, krisis energi, perubahan iklim, dan gejolak geopolitik. Indonesia harus memilih jalannya sendiri: apakah menjadi negara maju yang disegani, atau terjebak dalam krisis akibat salah urus ekonomi dan politik.

Potensi Besar Indonesia di Panggung Dunia

Indonesia memiliki banyak modal untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta jiwa, Indonesia adalah pasar domestik terbesar di Asia Tenggara. Bonus demografi akan berlangsung hingga 2035, yang berarti jumlah penduduk usia produktif sangat besar. Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.

Dari sisi sumber daya alam, Indonesia adalah salah satu produsen terbesar batu bara, nikel, timah, sawit, karet, dan tentu saja produk pertanian seperti kopi, kakao, dan beras. Dalam era transisi energi, peran Indonesia semakin penting karena menjadi pemasok nikel untuk baterai kendaraan listrik. Pemerintah juga terus mendorong hilirisasi agar tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga produk bernilai tambah.

Bank Dunia dan IMF beberapa kali memproyeksikan bahwa Indonesia berpotensi masuk ke jajaran lima besar ekonomi dunia pada tahun 2045 – bertepatan dengan usia 100 tahun kemerdekaan. Dengan syarat, pertumbuhan ekonomi harus dijaga di kisaran 5-6% per tahun, kemiskinan terus ditekan, dan investasi infrastruktur berlanjut.

Pelajaran dari Zimbabwe: Ancaman Hiperinflasi dan Krisis Ekonomi

Sebaliknya, peringatan tentang “Zimbabwe Effect” bukan tanpa alasan. Zimbabwe pernah menjadi salah satu negara dengan ekonomi terbaik di Afrika, namun runtuh karena kombinasi kebijakan ekonomi yang salah, korupsi, dan instabilitas politik. Pada puncaknya tahun 2008, Zimbabwe mencatat hiperinflasi hingga 79 miliar persen per bulan. Uang kehilangan nilainya, masyarakat kembali ke sistem barter, dan jutaan orang meninggalkan negara tersebut.

Analis menilai, Indonesia harus waspada terhadap tanda-tanda yang bisa membawa pada skenario serupa: inflasi tak terkendali, pelemahan mata uang, utang yang terus membengkak, serta kebijakan populis yang mengorbankan stabilitas fiskal. Apalagi, tahun-tahun politik biasanya memicu peningkatan belanja negara dan subsidi yang tidak selalu tepat sasaran.

Indikator Ekonomi Indonesia Saat Ini

Secara makro, kondisi ekonomi Indonesia relatif sehat. Inflasi tahunan berada di kisaran 3-4%, jauh dari kategori hiperinflasi. Cadangan devisa masih cukup untuk menutupi impor selama beberapa bulan. Nilai tukar rupiah memang fluktuatif, tetapi tetap dalam kendali Bank Indonesia.

Namun tantangan tetap ada: defisit neraca perdagangan, ketergantungan pada impor pangan tertentu, dan ancaman krisis energi global yang bisa memicu lonjakan harga BBM. Jika tidak dikelola hati-hati, gejolak harga energi bisa memicu inflasi tinggi dan menurunkan daya beli masyarakat.

Pentingnya Hilirisasi dan Industrialisasi

Salah satu strategi utama pemerintah adalah hilirisasi, yakni mengolah hasil tambang dan pertanian menjadi produk bernilai tinggi di dalam negeri. Langkah ini diyakini mampu menciptakan lapangan kerja, menarik investasi, dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.

Contoh sukses dapat dilihat dari industri nikel. Sejak larangan ekspor bijih nikel diterapkan, Indonesia berhasil menarik investasi besar-besaran di sektor smelter dan pabrik baterai. Produksi nikel olahan naik pesat, dan Indonesia kini menjadi pemain penting dalam rantai pasok kendaraan listrik dunia.

Jika strategi serupa diterapkan pada sektor lain – seperti kopi, kakao, kelapa sawit, dan perikanan – Indonesia berpeluang meningkatkan nilai ekspor hingga dua kali lipat dalam dekade mendatang.

Demokrasi, Tata Kelola, dan Korupsi

Salah satu perbedaan utama antara Indonesia dan Zimbabwe adalah kualitas demokrasi. Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Pemilu dilaksanakan secara reguler, pers bebas, dan masyarakat memiliki ruang untuk menyampaikan aspirasi.

Namun, tantangan tetap ada: korupsi masih menjadi momok yang merugikan perekonomian. Laporan Transparency International menempatkan Indonesia di peringkat sekitar 110 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi. Perbaikan tata kelola pemerintahan menjadi syarat mutlak jika Indonesia ingin menghindari jebakan “negara gagal”.

Infrastruktur dan SDM: Fondasi Menuju 2045

Pemerintah telah berinvestasi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur: jalan tol, pelabuhan, bandara, dan kawasan industri. Namun pembangunan infrastruktur harus diimbangi dengan investasi pada kualitas SDM: pendidikan, kesehatan, dan keterampilan tenaga kerja.

Bonus demografi bisa menjadi berkah, tetapi juga bisa menjadi bencana jika tidak disertai penciptaan lapangan kerja yang memadai. Setiap tahun, jutaan lulusan sekolah dan universitas masuk ke pasar kerja. Jika lapangan kerja tidak tersedia, angka pengangguran akan naik dan bisa memicu ketegangan sosial.

Resiliensi Ekonomi dan Digitalisasi

Ekonomi digital menjadi salah satu pilar baru pertumbuhan. Indonesia adalah pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara. Potensi ekonomi digital diproyeksikan mencapai USD 130 miliar pada 2025. Jika sektor ini terus berkembang, akan tercipta peluang baru bagi UMKM dan generasi muda.

Pemerintah mendorong adopsi teknologi melalui program literasi digital, infrastruktur internet desa, dan regulasi yang mendukung startup. Langkah ini diharapkan membuat ekonomi Indonesia lebih tahan terhadap guncangan global.

Skenario Masa Depan: Optimisme dengan Waspada

Jika kebijakan ekonomi konsisten, tata kelola pemerintahan diperbaiki, dan korupsi ditekan, Indonesia berpeluang mewujudkan visinya sebagai negara maju pada 2045. Namun jika salah urus, bisa terjadi perlambatan ekonomi, krisis fiskal, dan bahkan gejolak sosial yang membuat pertumbuhan stagnan.

Inilah yang dimaksud dengan “Indonesia the Next Zibawbuwe” oleh sebagian pengamat – sebuah istilah metaforis yang menggambarkan dua kemungkinan ekstrem: menjadi kekuatan ekonomi dunia atau terjerumus dalam krisis seperti Zimbabwe. Jalan mana yang akan dipilih sangat tergantung pada kebijakan hari ini.

Kesimpulan

Indonesia berada di persimpangan sejarah. Potensi besar ada di tangan, tetapi ancaman juga mengintai. Dengan tata kelola yang baik, hilirisasi industri, dan investasi pada SDM, Indonesia bisa menjadi kekuatan ekonomi dunia. Namun jika salah arah, ancaman krisis bisa datang kapan saja.

Pesannya jelas: optimisme harus disertai kewaspadaan. Indonesia bisa menjadi negara besar, tetapi hanya jika semua pihak – pemerintah, swasta, dan masyarakat – bekerja bersama untuk menjaga stabilitas, memperkuat ekonomi, dan menegakkan keadilan sosial.

Dengan demikian, “Indonesia the Next Zibawbuwe” bisa menjadi simbol kebangkitan, bukan kejatuhan.

Post a Comment for "Indonesia Menuju Kebangkitan Besar: Antara Harapan Menjadi Kekuatan Dunia dan Ancaman “Zimbabwe Effect”"