Youtube

DPR Imbau Masyarakat Tetap Patuh Bayar Pajak Meski Ada Protes, Misbhakun: Banyak Orang Menggantungkan Penghasilannya dari Sana

Navigasi.in – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbhakun, menyampaikan imbauan penting kepada masyarakat agar tetap patuh dalam membayar pajak. Seruan ini datang di tengah gelombang protes publik yang muncul akibat wacana kenaikan tunjangan anggota DPR serta isu penggunaan uang negara yang dianggap kurang tepat sasaran. Menurut Misbhakun, meski masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan ketidakpuasan, kewajiban membayar pajak tidak boleh diabaikan karena pajak merupakan tulang punggung negara.

DPR Imbau Masyarakat Tetap Patuh Bayar Pajak Meski Ada Protes, Misbhakun: Banyak Orang Menggantungkan Penghasilannya dari Sana
DPR Imbau Masyarakat Tetap Patuh Bayar Pajak Meski Ada Protes, Misbhakun: Banyak Orang Menggantungkan Penghasilannya dari Sana


Pernyataan tersebut disampaikan Misbhakun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2025). Ia menegaskan bahwa meskipun ada seruan untuk berhenti membayar pajak sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah maupun DPR, langkah itu dinilai justru akan merugikan masyarakat sendiri.

Gelombang Protes Pajak dan Ketidakadilan Fiskal

Belakangan ini, berbagai daerah di Indonesia diguncang oleh aksi protes yang menyoroti kebijakan fiskal pemerintah. Protes itu bermula dari rencana kenaikan tunjangan anggota DPR yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat yang sedang menghadapi beban ekonomi berat. Banyak masyarakat merasa bahwa uang pajak yang mereka bayarkan lebih sering dipakai untuk kepentingan pejabat ketimbang memperbaiki pelayanan publik.

Dalam beberapa orasi aksi, sejumlah demonstran bahkan menyerukan gerakan untuk tidak membayar pajak. Mereka menilai, ketidakadilan fiskal yang terjadi menunjukkan adanya jurang antara pengeluaran negara untuk pejabat dan kebutuhan rakyat banyak. Seruan itu kemudian ramai diperbincangkan di media sosial, bahkan menjadi trending topic di berbagai platform.

Kondisi ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah dan DPR, sebab kepatuhan pajak masyarakat Indonesia selama ini sudah menjadi tantangan tersendiri. Rasio pajak (tax ratio) Indonesia relatif masih rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Jika kemudian muncul gerakan masif untuk tidak membayar pajak, hal ini dikhawatirkan akan memperburuk situasi fiskal negara.

Pernyataan Tegas DPR

Menghadapi situasi tersebut, Misbhakun tampil dengan pernyataan tegas. Ia menyampaikan bahwa pajak merupakan kewajiban setiap warga negara yang harus tetap dijalankan, terlepas dari apapun dinamika politik maupun kebijakan yang sedang menuai kritik.

"Pajak harus dibayar, dong. Itu kan kewajiban kita kepada negara," ujarnya dengan nada serius di hadapan awak media. Legislator dari Partai Golkar ini menambahkan bahwa pajak adalah salah satu pilar utama dalam membangun keberlangsungan negara.

Menurutnya, jika masyarakat berhenti membayar pajak, dampaknya akan sangat luas dan langsung terasa pada aspek kehidupan sehari-hari. Mulai dari gaji tenaga pendidik, tunjangan sekolah, gaji pekerja sektor publik, hingga pembangunan infrastruktur, semuanya bersumber dari penerimaan pajak.

Pajak Sebagai Nafas Perekonomian

Pernyataan Misbhakun mengingatkan kembali pada esensi pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan, lebih dari 70 persen penerimaan APBN berasal dari sektor perpajakan. Dana ini digunakan untuk mendukung berbagai program pembangunan, pelayanan publik, hingga subsidi yang langsung menyentuh masyarakat.

Pada dasarnya, pajak adalah bentuk gotong-royong warga negara dalam membiayai negara. Dalam perspektif ekonomi, tanpa adanya penerimaan pajak, negara akan kesulitan menjalankan roda pemerintahan, apalagi memenuhi berbagai program sosial. Hal ini berarti bahwa menolak membayar pajak sama saja dengan memutus jalur kehidupan bagi sebagian besar masyarakat yang menggantungkan kesejahteraannya dari anggaran negara.

Ironi Ketidakpercayaan Publik

Meski demikian, realitas di lapangan menunjukkan adanya ironi. Masyarakat merasa kecewa karena dana pajak yang mereka setorkan kerap kali tidak digunakan secara optimal. Isu korupsi, pemborosan anggaran, hingga prioritas kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat, memperkuat alasan masyarakat untuk mengkritisi kewajiban pajak. Kondisi inilah yang melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi negara.

Pakar ekonomi politik menilai, fenomena seruan tidak membayar pajak ini merupakan sinyal bahaya bagi pemerintah. Menurut mereka, hal ini adalah bentuk perlawanan simbolik masyarakat terhadap apa yang mereka anggap sebagai ketidakadilan fiskal. Sebuah survei terbaru bahkan menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap transparansi pengelolaan pajak menurun hingga 20 persen dalam setahun terakhir.

Solusi: Transparansi dan Akuntabilitas

Dalam konteks inilah, banyak pihak menekankan bahwa selain meminta masyarakat patuh membayar pajak, DPR dan pemerintah juga harus memberikan contoh nyata dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat ingin melihat bukti konkret bahwa uang pajak benar-benar kembali kepada rakyat dalam bentuk pelayanan dan kesejahteraan, bukan hanya untuk kepentingan elite politik.

Misbhakun sendiri menyadari pentingnya hal tersebut. Dalam kesempatan yang sama, ia menegaskan bahwa DPR siap mendukung langkah-langkah perbaikan tata kelola pajak agar masyarakat bisa kembali menaruh kepercayaan. Ia mencontohkan, peningkatan pengawasan anggaran dan audit publik bisa menjadi salah satu solusi untuk menjawab keresahan warga.

Pajak untuk Semua Kalangan

Lebih jauh, Misbhakun mengingatkan bahwa manfaat pajak tidak hanya dirasakan oleh aparatur negara atau pejabat, tetapi juga oleh kalangan masyarakat kecil. Mulai dari buruh, petani, mahasiswa, hingga pelaku UMKM, semua mendapatkan dampak dari distribusi anggaran yang bersumber dari pajak. Program subsidi, beasiswa pendidikan, hingga bantuan sosial, tidak akan bisa berjalan tanpa adanya pajak.

"Pajak kan dipakai untuk bayar gaji buruh, gaji dosen, tunjangan sekolah, memperbaiki infrastruktur, semua dari pajak. Menurut saya, itu bagian dari ketaatan kita dalam bernegara," ujarnya menegaskan kembali.

Respon Publik dan Tantangan Kedepan

Pernyataan Misbhakun ini memicu beragam reaksi. Sebagian masyarakat menilai imbauan tersebut wajar, namun ada pula yang menuntut agar DPR terlebih dahulu memberi teladan. Kritik yang muncul umumnya menyoroti gaya hidup pejabat dan kebijakan anggaran DPR yang dianggap tidak sejalan dengan penderitaan rakyat.

Tantangan besar ke depan bagi pemerintah dan DPR adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik. Sebab, kepatuhan pajak bukan hanya soal kewajiban hukum, tetapi juga soal legitimasi moral. Jika masyarakat merasa bahwa negara tidak adil, maka kepatuhan pajak akan semakin menurun.

Kesimpulan

Kasus seruan berhenti membayar pajak menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan DPR. Di satu sisi, masyarakat harus tetap sadar bahwa pajak adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Namun di sisi lain, pemerintah dan DPR juga harus lebih serius memperbaiki tata kelola anggaran agar benar-benar berpihak pada rakyat.

Seperti yang ditegaskan oleh Misbhakun, membayar pajak bukan sekadar aturan, melainkan bentuk nyata dari ketaatan warga negara dalam membangun bangsa. Tetapi, tanpa adanya rasa keadilan, kepatuhan itu bisa berubah menjadi perlawanan. Oleh karena itu, kunci utama menjaga kepatuhan pajak adalah membangun kembali kepercayaan publik melalui transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan nyata pada rakyat.

Post a Comment for "DPR Imbau Masyarakat Tetap Patuh Bayar Pajak Meski Ada Protes, Misbhakun: Banyak Orang Menggantungkan Penghasilannya dari Sana"