Aksi Besar Petani Indonesia di Depan Istana Negara: Tuntut Stop Impor dan Harga Minimum Singkong
Navigasi.in – Jakarta, ribuan petani dari berbagai daerah di Indonesia memadati kawasan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, dalam sebuah aksi damai yang menjadi sorotan nasional. Mereka datang dengan semangat persatuan, membawa spanduk, bendera merah putih, serta tuntutan yang tegas: stop impor komoditas singkong dan tetapkan harga minimum Rp 1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 15%. Aksi ini menjadi simbol perlawanan petani terhadap kebijakan yang dianggap merugikan mereka dan mengancam keberlangsungan hidup para petani kecil.
![]() |
Aksi Besar Petani Indonesia di Depan Istana Negara: Tuntut Stop Impor dan Harga Minimum Singkong |
Latar Belakang Aksi
Harga singkong di tingkat petani selama beberapa bulan terakhir mengalami penurunan yang signifikan. Berdasarkan laporan dari lapangan, banyak petani mengaku hanya bisa menjual singkong dengan harga di bawah Rp 1.000 per kilogram. Padahal, biaya produksi per hektar terus meningkat, terutama untuk pupuk, tenaga kerja, dan transportasi. Situasi ini membuat keuntungan petani semakin menipis, bahkan tidak sedikit yang mengalami kerugian.
Kondisi tersebut diperburuk dengan masuknya singkong impor yang dinilai memperburuk harga di pasar domestik. Petani menilai kebijakan impor yang tidak tepat waktu membuat mereka harus bersaing dengan produk dari luar negeri yang harganya lebih murah. Akibatnya, singkong hasil panen lokal sulit terserap oleh pabrik tapioka maupun industri pengolahan.
Tuntutan Petani
Dalam aksi besar yang berlangsung di depan Istana Presiden, para petani mengajukan sejumlah tuntutan utama, antara lain:
- Stop impor singkong sampai hasil panen lokal terserap habis.
- Penetapan harga minimum singkong sebesar Rp 1.350/kg sebagai harga acuan nasional.
- Potongan maksimal 15% dari harga yang disepakati di tingkat pabrik.
- Perlindungan dan subsidi pupuk agar biaya produksi tidak semakin tinggi.
- Fasilitasi akses pasar dan transportasi agar distribusi hasil panen lebih efisien.
“Kami datang jauh-jauh dari desa, dari pelosok daerah, bukan untuk membuat onar. Kami hanya menuntut keadilan. Kami ingin hidup layak. Jika harga singkong terus dibiarkan murah, bagaimana kami bisa menyekolahkan anak-anak kami?” ujar salah satu orator di atas mobil komando dengan pengeras suara.
Suasana Aksi
Kawasan sekitar Istana tampak dipenuhi ribuan petani yang mengenakan ikat kepala bertuliskan “Petani Bersatu” dan “Stop Impor”. Mereka membawa spanduk besar yang memuat seruan agar pemerintah berpihak pada petani lokal. Beberapa petani mengenakan caping (topi khas petani) sebagai simbol identitas mereka. Di antara massa, bendera merah putih berkibar gagah, menandakan bahwa perjuangan ini adalah perjuangan demi bangsa.
Aparat kepolisian terlihat mengawal aksi ini dengan ketat. Kendaraan taktis dan barikade beton dipasang untuk mengatur jalannya demonstrasi. Meski panas terik menyengat, para petani tetap bertahan, berorasi, dan bernyanyi lagu-lagu perjuangan. Suasana tetap kondusif, tidak ada kericuhan yang berarti. Hal ini menunjukkan kedewasaan petani dalam menyampaikan aspirasi secara damai.
Dukungan dari Berbagai Pihak
Aksi ini mendapatkan dukungan dari berbagai organisasi tani, akademisi, hingga pengamat kebijakan pangan. Banyak pihak menilai bahwa suara petani harus didengar pemerintah, karena mereka adalah tulang punggung ketahanan pangan nasional. Jika petani merugi dan berhenti menanam singkong, akan ada risiko ketergantungan pada impor yang lebih besar di masa depan.
“Ketahanan pangan dimulai dari kesejahteraan petani. Tidak mungkin kita bicara swasembada jika petani kita tidak sejahtera. Harga yang adil adalah kunci keberlanjutan produksi,” ujar seorang pakar pertanian dari IPB yang hadir memberikan dukungan moral.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Menurut data Kementerian Pertanian, Indonesia memiliki lahan singkong yang cukup luas, terutama di daerah Lampung, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Singkong menjadi bahan baku utama industri tapioka, pakan ternak, hingga energi alternatif bioetanol. Jika harga singkong terus anjlok, akan terjadi penurunan produksi, yang berpotensi menimbulkan krisis pasokan dalam negeri.
Dari sisi sosial, rendahnya harga singkong menyebabkan pendapatan petani menurun drastis. Beberapa keluarga petani terpaksa menjual aset seperti ternak, sepeda motor, bahkan lahan garapan mereka untuk menutupi kerugian. Jika hal ini terus terjadi, dikhawatirkan akan meningkatkan angka kemiskinan di desa-desa sentra produksi singkong.
Respon Pemerintah
Menanggapi aksi besar ini, juru bicara pemerintah menyatakan bahwa tuntutan petani akan dipertimbangkan. Pemerintah berjanji akan mengundang perwakilan petani untuk berdialog langsung dengan kementerian terkait. Selain itu, ada wacana untuk merevisi kebijakan impor agar tidak merugikan petani lokal.
Namun, petani berharap dialog tersebut tidak hanya menjadi janji kosong. Mereka meminta pemerintah mengambil langkah cepat dan nyata sebelum musim panen berikutnya. “Kami akan terus datang ke Jakarta jika tuntutan kami tidak dipenuhi. Ini bukan ancaman, ini perjuangan,” kata salah seorang perwakilan petani di sela-sela aksi.
Kesimpulan
Aksi besar petani di depan Istana Negara menjadi pengingat bahwa sektor pertanian masih menghadapi banyak tantangan. Harga komoditas yang fluktuatif, biaya produksi yang tinggi, dan kebijakan impor yang tidak berpihak membuat petani berada dalam posisi sulit. Dengan aksi damai ini, para petani berharap pemerintah segera mengambil kebijakan yang melindungi kepentingan mereka.
Jika pemerintah mampu merespons tuntutan petani dengan kebijakan yang tepat, maka kesejahteraan petani akan meningkat, produksi pangan terjaga, dan cita-cita Indonesia untuk mandiri pangan dapat terwujud. Aksi ini bukan sekadar demonstrasi, melainkan panggilan hati untuk memastikan masa depan pertanian Indonesia tetap cerah.
#PetaniSejahtera #IndonesiaMaju #StopImpor #HargaSingkongAdil
Laporan Lengkap Navigasi.in – Liputan khusus dari lokasi aksi di Jakarta.
Post a Comment for "Aksi Besar Petani Indonesia di Depan Istana Negara: Tuntut Stop Impor dan Harga Minimum Singkong"