Youtube

Krakatau Steel Rugi Rp1,7 Triliun Meski Penjualan Naik

Krakatau Steel “Berdarah”, Rugi Tembus Rp1,7 Triliun Meski Penjualan Naik

Cilegon, Banten – Navigasi.in

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, salah satu perusahaan baja terbesar dan paling bersejarah di Indonesia, kembali mencatatkan kerugian besar dalam laporan keuangan terbarunya. Meskipun mencatat peningkatan penjualan, perusahaan pelat merah ini justru mengalami kerugian yang mengejutkan: Rp1,7 triliun dalam satu tahun buku terakhir.

Krakatau Steel Rugi Rp1,7 Triliun Meski Penjualan Naik
Krakatau Steel Rugi Rp1,7 Triliun Meski Penjualan Naik

Kondisi ini memunculkan banyak pertanyaan di kalangan publik dan investor: bagaimana bisa perusahaan mencatat pertumbuhan penjualan, namun tetap mencatat rugi jumbo? Apa yang sebenarnya terjadi di balik tembok biru pabrik raksasa milik negara ini?

Penjualan Naik, Laba Justru Hilang

Data yang dirilis manajemen Krakatau Steel menunjukkan bahwa pendapatan perusahaan pada tahun 2024 naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Total penjualan mencapai lebih dari Rp33 triliun, naik sekitar 12% dibanding tahun 2023. Kenaikan ini ditopang oleh meningkatnya permintaan baja di pasar domestik, terutama dari sektor konstruksi, infrastruktur, dan otomotif.

Namun ironisnya, alih-alih mencetak laba dari penjualan yang meningkat tersebut, Krakatau Steel justru mencatat rugi bersih Rp1,7 triliun. Ini merupakan angka kerugian tertinggi sejak perusahaan menyelesaikan proses restrukturisasi utang besar-besaran pada 2019–2020.

Biaya Produksi Tinggi & Efisiensi yang Mandek

Salah satu penyebab utama kerugian adalah tingginya biaya produksi. Harga bahan baku seperti bijih besi, scrap, dan energi mengalami lonjakan tajam selama tahun 2024. Selain itu, penggunaan teknologi lama menyebabkan konsumsi energi dan bahan baku menjadi tidak optimal.

Seorang analis menyebut, “Masalahnya bukan hanya soal harga jual atau volume penjualan, tapi efisiensi operasional Krakatau Steel yang masih belum setara dengan produsen baja global. Margin keuntungan mereka tergerus habis oleh biaya produksi yang terlalu tinggi.”

Hutang yang Masih Menggunung

Meski sempat direstrukturisasi, Krakatau Steel masih memiliki beban utang besar. Per Desember 2024, total liabilitas perusahaan tercatat di atas Rp30 triliun. Pembayaran bunga dan cicilan pokok utang menyedot sebagian besar arus kas operasional perusahaan setiap tahun.

Tantangan Global: Persaingan dan Harga Baja

Industri baja global penuh tekanan. Ketegangan geopolitik dan limpahan baja murah dari luar negeri membuat produsen domestik sulit bersaing, termasuk Krakatau Steel.

Pasar Indonesia dibanjiri baja impor dari China dan India yang dijual dengan harga jauh lebih murah. Ini membuat Krakatau Steel sulit menaikkan harga jual tanpa kehilangan pelanggan.

Pemerintah Didesak Turun Tangan

Kegagalan Krakatau Steel bukan hanya soal bisnis, tapi juga menyangkut kebanggaan nasional. Banyak pihak mendesak Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian turun tangan lebih serius untuk menyelamatkan industri baja nasional.

Catatan Kelam Restrukturisasi Lama

Pada tahun 2019, Krakatau Steel memiliki utang hingga Rp30 triliun. Restrukturisasi yang dilakukan sempat menyelamatkan perusahaan, tetapi hasilnya tidak bertahan lama. Kinerja kembali memburuk dalam dua tahun terakhir.

Transformasi Digital Belum Optimal

Transformasi digital dan pembaruan teknologi masih berjalan lambat. Banyak lini produksi masih bergantung pada peralatan lama yang tidak efisien dan mahal dalam perawatan.

Nasib Karyawan dalam Ancaman

Krakatau Steel memiliki lebih dari 6.000 karyawan tetap. Dengan kondisi perusahaan yang terus merugi, kekhawatiran akan pemangkasan karyawan atau PHK semakin besar. Serikat pekerja mendesak agar manajemen tidak mengorbankan buruh demi efisiensi.

Reaksi Pasar dan Investor

Laporan kerugian ini berdampak langsung pada harga saham Krakatau Steel (KRAS) di Bursa Efek Indonesia yang mengalami tekanan. Beberapa analis bahkan menyarankan investor untuk berhati-hati atau menjual saham tersebut.

Opsi Merger atau Pemisahan Unit Bisnis?

Beberapa opsi mulai dibahas, seperti memisahkan anak usaha yang lebih sehat (seperti Krakatau Posco) atau melakukan merger dengan perusahaan baja lain yang lebih kuat secara finansial.

Masih Ada Harapan?

Dengan aset industri besar di Cilegon, jaringan distribusi kuat, dan pengalaman panjang, Krakatau Steel masih punya potensi bangkit—jika dibarengi dengan reformasi manajemen dan efisiensi serius.

Proyek strategis nasional (PSN) seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pelabuhan, dan kereta cepat masih membutuhkan baja dalam jumlah besar. Ini bisa jadi momentum kebangkitan—asal dikelola dengan benar.

Editor: Tim Navigasi.in
Sumber: Laporan Keuangan Publikasi, Wawancara Internal, Bursa Efek Indonesia, Kementerian BUMN

Post a Comment for "Krakatau Steel Rugi Rp1,7 Triliun Meski Penjualan Naik"