Keindahan Penutup Kepala Perempuan Lampung Pepadun dan Stelan Pakaian Adat dalam Upacara Nuwo Berangai
Lampung Utara, Navigasi.in – Budaya Lampung kembali menjadi sorotan melalui sebuah perhelatan adat yang berlangsung di Nuwo Berangai dan Nuwo Balai Agung, Penagan Ratu, Abung Timur, Lampung Utara, pada tahun 2023. Dalam acara sakral tersebut, tampil dengan anggun dan megah deretan perempuan beradat Lampung Pepadun, lengkap dengan penutup kepala serta stelan pakaian adat yang sarat makna filosofis dan sejarah panjang masyarakat Lampung.
Perhelatan ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan wujud nyata dari pelestarian adat istiadat Lampung yang telah diwariskan lintas generasi. Di tengah arus modernisasi, prosesi ini menunjukkan bahwa tradisi masih hidup dan dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Salah satu bagian yang paling mencuri perhatian adalah kehadiran para perempuan adat dengan berbagai jenis penutup kepala khas Lampung Pepadun yang dikenakan sesuai dengan status sosial dan peran mereka dalam struktur adat.
Majew: Pesona Pengantin dengan Siger Suhun Bebulang Taji
Pusat perhatian dalam acara ini adalah Majew atau pengantin perempuan bernama Intan, putri dari Ibu Merintah Sumbai. Intan tampil menawan dengan mengenakan Siger Suhun Bebulang Taji, sebuah mahkota adat yang melambangkan keagungan, kehormatan, dan kemuliaan perempuan Lampung. Bentuknya yang menjulang dengan ornamen menyerupai taji ayam jantan menjadi simbol kekuatan, keberanian, sekaligus keanggunan seorang perempuan.
Siger bukan hanya sekadar perhiasan kepala, melainkan lambang kebijaksanaan dan peran perempuan sebagai penerang dalam kehidupan keluarga. Dalam filosofi adat Lampung, siger dipandang sebagai sinar kehidupan, ibarat matahari yang memancarkan cahaya dan memberi arah. Kehadiran Intan dengan siger tersebut menandakan status keluarga yang dihormati sekaligus doa agar dirinya kelak menjadi penerang dalam rumah tangganya.

Orang Tua dengan Kanduk Tuho Sebagi
Sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan tanda kedewasaan, orang tua dari pengantin, yakni Riska – Suttan Ratu Pembayun dan Netty – Suttan Ratu Ajeng, tampil dengan Kanduk Tuho Sebagi. Penutup kepala ini menjadi penanda kebijaksanaan dan peran mereka sebagai orang tua yang sudah matang dalam beradat.
Kata “Tuho” dalam bahasa Lampung berarti tua atau matang, baik secara usia maupun pengalaman. Sementara “Sebagi” merujuk pada kain adat yang menjadi bagian penting dari busana tradisional Lampung. Dengan memakai Kanduk Tuho Sebagi, keduanya memperlihatkan kewibawaan sebagai sesepuh yang berhak menuntun anak-anaknya dalam menjalani kehidupan adat. Kehadiran mereka menegaskan bahwa adat bukan hanya urusan generasi muda, tetapi juga hasil bimbingan dan warisan nilai dari orang tua.
Bebai Mighul: Pendamping Dewasa dengan Mahkota dan Anggagh
Selain pengantin dan orang tua, hadir pula Mighul atau Bebai Mighul, yakni perempuan yang sudah menikah secara adat. Dalam acara ini, Maria – Ibu Jagat dan Putri – Ratu Putri tampil sebagai pendamping. Keduanya mengenakan Mahkota serta Anggagh yang dililit dengan kain Sebagi, menambah keanggunan sekaligus memperlihatkan kedewasaan mereka.
Bagi masyarakat Lampung, Bebai Mighul memiliki peran penting dalam prosesi adat. Mereka dianggap sudah matang, telah melalui tahap kehidupan berumah tangga, dan siap menjadi teladan. Mahkota yang dikenakan melambangkan kehormatan, sedangkan Anggagh adalah simbol kesiapan menanggung tanggung jawab besar sebagai perempuan dewasa. Dengan demikian, keberadaan mereka dalam prosesi tidak hanya memperindah acara, tetapi juga memperkuat makna filosofis dari keseluruhan rangkaian.
Nuwo Berangai dan Nuwo Balai Agung: Simbol Keagungan Adat
Perhelatan ini berlangsung di Nuwo Berangai dan Nuwo Balai Agung, yang dalam adat Lampung merupakan tempat sakral. Nuwo Berangai adalah rumah adat yang menjadi simbol persatuan keluarga, sedangkan Balai Agung merupakan pusat musyawarah adat dan pertemuan besar. Sejak dahulu, kedua tempat ini menjadi lokasi utama berlangsungnya prosesi adat, termasuk pernikahan, musyawarah, hingga penobatan pemimpin adat.
Pemilihan lokasi ini menegaskan bahwa prosesi pernikahan bukan hanya acara pribadi, tetapi juga bagian dari kebersamaan masyarakat adat. Kehadiran keluarga besar, tetua adat, hingga masyarakat umum memperlihatkan bahwa perkawinan dalam adat Lampung adalah urusan kolektif yang memperkuat ikatan sosial antaranggota komunitas.
Filosofi Busana dan Penutup Kepala Perempuan Lampung
Setiap busana dan penutup kepala dalam adat Lampung Pepadun mengandung makna simbolis yang mendalam. Siger melambangkan kebesaran dan kehormatan, Kanduk Tuho Sebagi menandakan kebijaksanaan orang tua, sementara Mahkota dan Anggagh pada Bebai Mighul melambangkan kedewasaan perempuan dewasa yang sudah berkeluarga.
Selain makna filosofis, ornamen busana adat Lampung juga menunjukkan keterampilan seni yang tinggi. Sulaman tangan, anyaman emas, serta penggunaan kain tenun tradisional menambah nilai estetika sekaligus menegaskan bahwa budaya Lampung adalah warisan luhur yang kaya akan simbol dan keindahan.
Pelestarian Budaya di Tengah Modernisasi
Di era globalisasi, banyak tradisi yang terancam punah akibat pergeseran nilai dan gaya hidup masyarakat. Namun, acara adat seperti yang digelar di Lampung Utara ini membuktikan bahwa budaya Lampung masih dijaga dengan baik. Generasi muda terlibat aktif dalam prosesi, mulai dari pengantin hingga pendamping, menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya pelestarian tradisi.
Upaya pelestarian budaya tidak hanya dilakukan oleh keluarga adat, tetapi juga didukung oleh pemerintah daerah, akademisi, hingga komunitas seni. Dokumentasi prosesi adat ini, termasuk melalui publikasi media daring seperti Navigasi.in, menjadi bagian penting dalam menjaga warisan agar tetap dikenal dan dihargai lintas generasi.
Makna Adat bagi Masyarakat Lampung
Bagi masyarakat Lampung, adat bukan hanya warisan masa lalu, melainkan juga panduan hidup. Adat mengatur tata cara berumah tangga, bermasyarakat, hingga menjalankan kewajiban spiritual. Penutup kepala perempuan dalam adat Pepadun adalah cerminan dari filosofi tersebut, karena setiap bentuknya merepresentasikan peran, tanggung jawab, dan kedudukan seseorang dalam komunitas.
Oleh karena itu, melestarikan tradisi penutup kepala dan stelan pakaian adat berarti menjaga jati diri masyarakat Lampung. Ia adalah identitas yang membedakan sekaligus memperkaya mozaik kebudayaan Indonesia di tengah keragaman suku dan adat yang ada.
Kesimpulan
Prosesi adat di Lampung Utara tahun 2023 memperlihatkan keindahan sekaligus makna mendalam dari penutup kepala perempuan Lampung beradat Pepadun. Mulai dari Siger Suhun Bebulang Taji yang dikenakan pengantin Intan, Kanduk Tuho Sebagi oleh orang tua, hingga Mahkota dan Anggagh oleh Bebai Mighul, semuanya memperlihatkan filosofi, martabat, serta peran sosial perempuan Lampung dalam kehidupan adat.
Kehadiran prosesi di Nuwo Berangai dan Nuwo Balai Agung menegaskan pentingnya tradisi dalam memperkuat ikatan sosial. Lebih dari sekadar acara pernikahan, ia adalah representasi dari identitas dan kehormatan masyarakat Lampung. Dengan pelestarian berkelanjutan, diharapkan tradisi ini akan terus hidup dan dikenal, tidak hanya di Lampung, tetapi juga di seluruh Indonesia bahkan dunia.
Reporter: Tim Navigasi.in | Editor: Redaksi Budaya
Post a Comment for "Keindahan Penutup Kepala Perempuan Lampung Pepadun dan Stelan Pakaian Adat dalam Upacara Nuwo Berangai"