Adat Sebagai Identitas dan Kehormatan: Pesan Moral Sultan Sekala Brak yang Dipertuan ke-23
Navigasiin - Di tengah arus modernisasi yang semakin deras, nilai-nilai adat dan kebudayaan kerap tergerus oleh berbagai pengaruh luar. Namun, bagi sebagian masyarakat adat di Nusantara, adat bukan hanya sekadar simbol atau formalitas seremonial belaka, melainkan identitas, harga diri, dan sumber kehormatan. Salah satu sosok yang konsisten menyerukan pentingnya menjaga adat sebagai fondasi kehidupan bermasyarakat adalah PYM SPDB Pangeran Edward Syah Pernong, SH, MHI, Sultan Sekala Brak yang Dipertuan ke-23 sekaligus Sultan Kepaksian Pernong Lampung.
![]() |
Adat Sebagai Identitas dan Kehormatan: Pesan Moral Sultan Sekala Brak yang Dipertuan ke-23 |
“Adat itu identitas. Orang yang beradat semestinya tidak berkhianat. Tak semestinya menjadi pembohong. Karena kehormatan itu terletak pada kejujuran dan keluhuran.”
Pesan singkat ini sesungguhnya menyimpan makna yang luas. Ia tidak hanya berbicara soal formalitas memakai pakaian adat atau sekadar menjalankan prosesi tradisi, tetapi lebih dalam lagi: tentang bagaimana adat seharusnya menjadi kompas moral dan panduan sikap.
Adat Sebagai Fondasi Integritas
Menurut Sultan Edward Syah Pernong, adat memiliki posisi sentral dalam pembentukan identitas personal maupun kolektif. Ketika seseorang menyatakan diri sebagai bagian dari masyarakat adat, maka tanggung jawab moral yang melekat padanya menjadi lebih besar. Bagi beliau, pengakuan terhadap adat harus disertai kejujuran dan keluhuran budi pekerti.
“Orang yang beradat semestinya tidak berkhianat,” demikian beliau menekankan. Dalam konteks Lampung, khususnya di lingkungan Kepaksian Pernong, nilai-nilai kesetiaan, kejujuran, dan saling menghormati telah lama dijunjung tinggi. Tradisi lisan maupun tulisan yang diwariskan dari generasi ke generasi selalu menekankan bahwa pembohongan adalah noda bagi kehormatan seseorang. Bahkan, dalam berbagai perhelatan adat, nilai kejujuran dan integritas dijadikan landasan dalam mengambil keputusan penting, termasuk dalam penyelesaian sengketa.
Sultan Edward Syah Pernong menegaskan bahwa kehormatan seseorang tidak hanya diukur dari gelar, kedudukan, atau kekayaan, melainkan dari konsistensinya menjaga kejujuran. Bagi beliau, keluhuran akhlak adalah puncak kehormatan.
Sekilas Tentang Sultan Edward Syah Pernong
Sebagai informasi, PYM SPDB Pangeran Edward Syah Pernong bukan hanya seorang tokoh adat, melainkan juga seorang figur nasional yang memiliki latar belakang pendidikan hukum dan karier di kepolisian. Beliau pernah mengemban amanah sebagai perwira tinggi Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal Polisi. Meski memiliki karier panjang di institusi modern, beliau tetap memelihara komitmen pada nilai-nilai adat dan kebudayaan Lampung.
Sultan Edward Syah Pernong dilantik menjadi Sultan Sekala Brak yang Dipertuan ke-23, sebuah jabatan adat yang memiliki legitimasi sejarah panjang. Kepaksian Pernong sendiri adalah salah satu kepaksian (kerajaan kecil) di wilayah Lampung yang memiliki peran besar dalam menjaga keberlanjutan adat, budaya, dan hukum adat setempat.
Dalam kapasitasnya sebagai Sultan, beliau banyak terlibat dalam berbagai kegiatan kebudayaan, dialog lintas adat, serta penguatan peran generasi muda dalam merawat identitas Lampung. Pesan-pesan beliau, seperti yang tertulis dalam poster ini, menjadi pengingat penting bagi masyarakat agar tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri.
Relevansi Pesan Adat di Zaman Modern
Pernyataan Sultan Edward Syah Pernong muncul di era di mana krisis integritas semakin sering menghiasi pemberitaan. Kasus korupsi, kebohongan publik, fitnah di media sosial, hingga pengkhianatan amanah adalah fenomena yang seakan lumrah terjadi. Karena itu, pesan agar orang yang beradat tidak berkhianat memiliki makna yang sangat relevan.
Dalam pandangan beliau, adat tidak boleh hanya dijadikan aksesoris seremoni—dipakai ketika perayaan, tetapi diabaikan dalam keseharian. Adat harus hidup dan menjadi pedoman dalam tindakan sehari-hari. Artinya, siapapun yang mengaku menjunjung adat harus menempatkan nilai kejujuran di atas segala kepentingan.
Kata “kehormatan” dalam kutipan beliau pun menjadi titik tekan. Kehormatan yang sejati bukan soal citra yang dikonstruksi di media, tetapi tentang bagaimana seseorang konsisten menjaga keluhuran moral, jujur dalam perkataan, dan setia pada amanah.
Menjaga Warisan Leluhur
Sebagai Sultan Sekala Brak yang Dipertuan ke-23, Sultan Edward Syah Pernong juga berkewajiban menjaga warisan budaya yang telah berusia ratusan tahun. Kepaksian Pernong dikenal sebagai salah satu entitas adat tertua di Lampung Barat, dengan jejak sejarah yang erat kaitannya dengan asal-usul masyarakat Lampung.
Warisan tersebut bukan hanya berupa benda pusaka atau gelar kebangsawanan, tetapi nilai-nilai luhur yang menjadi pegangan hidup. Karena itu, pesan “Adat itu identitas” tidak boleh dipahami secara sempit. Adat mencakup bahasa, cara berpikir, tata krama, hingga rasa tanggung jawab pada masyarakat.
Dalam banyak kesempatan, Sultan Edward Syah Pernong juga mengajak generasi muda Lampung untuk bangga dengan jati diri. Beliau menegaskan, globalisasi bukan alasan untuk melupakan akar budaya. Justru, globalisasi harus dijadikan momentum untuk memperkenalkan nilai luhur adat Lampung kepada dunia.
Tantangan Modernisasi
Tak dapat dipungkiri, modernisasi menghadirkan tantangan serius bagi kelestarian adat. Pergeseran nilai, individualisme, dan gaya hidup instan menjadi tantangan yang harus dijawab dengan bijak. Dalam konteks ini, pesan kejujuran dan keluhuran yang beliau sampaikan menjadi semacam “rem” moral agar masyarakat tidak terperosok dalam praktik yang merusak sendi kehidupan.
Selain itu, Sultan Edward Syah Pernong juga kerap menegaskan bahwa keberadaan lembaga adat bukanlah pesaing negara, melainkan mitra strategis dalam memperkuat ketahanan budaya dan moral bangsa. Karena itu, beliau mendorong sinergi antara pemerintah daerah, lembaga adat, dan elemen masyarakat sipil.
Seruan bagi Generasi Muda
Salah satu pokok penting dalam pesan beliau adalah penekanan pada generasi muda. Beliau menyadari bahwa masa depan adat Lampung terletak di tangan anak-anak muda yang kini tumbuh dalam era digital. Di sinilah relevansi nilai “tidak berkhianat dan tidak menjadi pembohong” menjadi semakin penting. Media sosial, misalnya, menjadi ladang subur bagi penyebaran hoaks. Dalam perspektif adat, perilaku menebar kebohongan adalah bentuk penghianatan terhadap kehormatan keluarga dan masyarakat.
Beliau mengajak generasi muda untuk menjadikan kejujuran sebagai gaya hidup. Menurut beliau, keluhuran budi tidak akan pernah usang meski zaman terus berubah.
Penutup
Poster sederhana bergambar Sultan Edward Syah Pernong dengan pakaian kebesaran adat Lampung itu sesungguhnya adalah pengingat kolektif: bahwa adat adalah identitas, dan identitas sejati tidak dapat dibangun di atas kebohongan. Pesan ini tidak hanya relevan bagi masyarakat Lampung, tetapi bagi seluruh bangsa Indonesia yang memiliki kekayaan budaya luar biasa.
Semangat untuk menjaga adat, kejujuran, dan keluhuran inilah yang menjadi fondasi kehormatan sejati. Sebab, seperti yang beliau katakan, “kehormatan itu terletak pada kejujuran dan keluhuran.”
Post a Comment for "Adat Sebagai Identitas dan Kehormatan: Pesan Moral Sultan Sekala Brak yang Dipertuan ke-23"