Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung
Navigasi.in – Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan adat istiadat dan tradisi leluhur. Setiap daerah memiliki kekhasan budaya yang diwariskan secara turun-temurun dan dijaga sebagai identitas kolektif masyarakatnya. Salah satu kekayaan budaya tersebut adalah upacara adat Gawi, sebuah rangkaian prosesi adat yang sarat makna dalam kehidupan masyarakat Lampung, baik dalam struktur adat Pepadun maupun Saibatin.
![]() |
| Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung |
Dalam upacara Gawi, seluruh unsur yang terlibat—mulai dari tokoh adat, pemangku kepentingan, hingga pemuda-pemudi adat—memiliki peran dan kedudukan masing-masing. Peran tersebut tidak hanya tercermin melalui sikap dan tindakan, tetapi juga melalui busana adat yang dikenakan, khususnya ikat kepala dan penutup kepala yang memiliki makna simbolik yang sangat kuat.
![]() |
| Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung |
Penggunaan ikat kepala dalam Gawi bukan sekadar pelengkap busana, melainkan simbol status sosial, fungsi adat, tanggung jawab moral, dan kehormatan yang diemban seseorang selama prosesi berlangsung. Setiap jenis ikat kepala memiliki nama, bentuk, bahan, serta filosofi tersendiri yang membedakannya dari yang lain.
Gawi sebagai Pusat Kehidupan Adat Masyarakat Lampung
Gawi merupakan istilah yang merujuk pada kegiatan adat atau hajatan besar yang melibatkan seluruh struktur adat dalam suatu komunitas. Gawi biasanya diselenggarakan dalam berbagai peristiwa penting, seperti pemberian gelar adat (Juluk-Adeg), pernikahan adat, penyambutan tamu agung, pelantikan pemangku adat, hingga perayaan adat kampung.
Dalam Gawi, adat tidak hanya dipertontonkan sebagai seremoni simbolik, tetapi benar-benar dijalankan sebagai sistem nilai yang hidup. Setiap tahap acara diatur secara rinci, termasuk siapa yang berhak hadir, siapa yang menjalankan tugas tertentu, dan busana adat apa yang wajib dikenakan.
Busana adat Lampung, yang dikenal dengan kemegahan kain tapis, siger, serta perhiasan emas, memiliki elemen penting berupa ikat kepala bagi kaum laki-laki dan petugas adat. Ikat kepala menjadi penanda utama kedudukan dan peran seseorang dalam struktur adat.
Penglaku Pegawo dan Penggunaan Kepiyah Agheng
Penglaku Pegawo adalah individu yang menjalankan tugas adat tertentu dalam rangkaian Gawi. Mereka bukan sekadar peserta pasif, melainkan pelaksana utama yang memastikan prosesi berjalan sesuai ketentuan adat.
Dalam menjalankan tugasnya, Penglaku Pegawo mengenakan Kepiyah Agheng. Kepiyah ini menjadi simbol kewibawaan, kesiapan mental, dan tanggung jawab besar yang diemban oleh pemakainya.
Kepiyah Agheng biasanya dikenakan pada momen-momen penting, terutama saat prosesi memasuki tahap krusial yang membutuhkan ketegasan sikap dan kejelasan peran. Secara filosofis, Kepiyah Agheng melambangkan kehormatan adat dan kepercayaan masyarakat kepada Penglaku Pegawo.
Penglaku Menganai dan Kepiyah Pandan
Penglaku Menganai merupakan kelompok pemuda adat yang memiliki peran vital dalam pelaksanaan Gawi. Mereka menjadi tenaga penggerak utama dalam berbagai rangkaian acara, mulai dari arak-arakan hingga pengiring tarian adat.
Dalam menjalankan perannya, Penglaku Menganai mengenakan Kepiyah Pandan. Ikat kepala ini biasanya terbuat dari bahan yang lebih sederhana, namun memiliki makna mendalam. Pandan melambangkan kesegaran, keluwesan, dan kesiapan generasi muda untuk belajar serta mengabdi kepada adat.
Arak-arakan Temui
Dalam arak-arakan Temui, Penglaku Menganai yang mengenakan Kepiyah Pandan bertugas sebagai:
![]() |
| Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung |
- Pemegang Jejalan Andak
- Pemegang Payung
- Pemegang Awan Telapah
- Pemegang Kandang Rarang
- Penarik Rato
Setiap tugas tersebut membutuhkan kekuatan fisik, koordinasi, serta pemahaman tata cara adat yang baik. Kepiyah Pandan menjadi identitas bahwa mereka adalah pelaksana aktif dalam prosesi.
Cangget sebagai Tarian Sakral Adat Lampung
Cangget merupakan tarian adat Lampung yang bersifat sakral dan hanya ditampilkan dalam acara adat tertentu. Dalam pemandai Cangget, Penglaku Menganai bertugas sebagai juru bicara, pemegang payung, serta pemegang canang.
Pada malam Cangget, peran Penglaku Menganai semakin kompleks. Mereka menjalankan tugas sebagai Lalang, pemegang payung, pemegang awan telapah, Panggo Jepano, Panggo Jimo, serta penarik rato. Kepiyah Pandan yang dikenakan menjadi simbol keselarasan, kekompakan, dan disiplin adat.
Penabuh Kelittang dan Musik Adat
Kepiyah Pandan juga dikenakan oleh para penabuh musik adat, antara lain penabuh gender saat pemandai, penabuh canang dalam berbagai arak-arakan adat, serta penabuh kelittang dalam prosesi Nerimo Temui Agung, Peliwakan Muli, Minjak Tari Cangget, hingga Ngerabbo.
Dalam tradisi Lampung, musik adat bukan sekadar hiburan, melainkan sarana komunikasi spiritual dan sosial. Oleh karena itu, busana dan ikat kepala yang dikenakan oleh penabuh memiliki aturan yang ketat.
Amuk (Hulubalang) dan Kikat Lemaweng Satti
Amuk atau Hulubalang adalah pasukan adat yang bertugas menjaga keamanan, ketertiban, serta kehormatan selama Gawi berlangsung. Mereka bertanggung jawab memastikan prosesi berjalan lancar tanpa gangguan.
![]() |
| Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung |
Hulubalang mengenakan Kikat Lemaweng Satti, ikat kepala yang melambangkan keberanian, ketegasan, serta kesetiaan terhadap adat dan pemimpin adat. Warna dan bentuk Kikat Lemaweng Satti biasanya lebih tegas dibandingkan ikat kepala lainnya.
Pegawo Tuho dan Kikat Gulo Sekirik
Pegawo Tuho adalah tokoh adat senior yang memiliki pengalaman, kewibawaan, dan otoritas tinggi. Mereka berperan sebagai penasehat dan pengambil keputusan adat dalam Gawi.
![]() |
| Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung |
Pegawo Tuho mengenakan Kikat Gulo Sekirik dan Kikat Tutup. Kedua ikat kepala ini melambangkan kematangan berpikir, kebijaksanaan, serta kemampuan menjaga marwah adat.
![]() |
| Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung |
Kikat Gulo Sekirik mencerminkan keseimbangan antara kelembutan dan ketegasan, sementara Kikat Tutup melambangkan kemampuan menyimpan rahasia dan menjaga kehormatan adat.
Pegawo Mudo dan Regenerasi Adat
Pegawo Mudo merupakan generasi penerus yang disiapkan untuk kelak menjadi pemangku adat. Mereka dilibatkan secara aktif dalam Gawi sebagai bagian dari proses pembelajaran adat.
![]() |
| Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung |
Pegawo Mudo mengenakan Kikat Punai Meghem dan Kikat Kelupek Jantung. Punai melambangkan burung yang setia dan lincah, sedangkan jantung melambangkan pusat kehidupan. Maknanya, Pegawo Mudo diharapkan menjadi jantung keberlanjutan adat Lampung.
![]() |
| Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung |
Filosofi Ikat Kepala dalam Kehidupan Masyarakat Lampung
Ikat kepala dalam tradisi Lampung memiliki filosofi yang mendalam. Kepala sebagai pusat pikiran harus dijaga dengan adat, sementara ikatan kain melambangkan keterikatan pada norma dan aturan leluhur.
Seseorang yang mengenakan ikat kepala adat berarti membawa nama baik keluarga, suku, dan kampungnya. Oleh karena itu, pemakaian ikat kepala tidak boleh sembarangan dan harus sesuai dengan kedudukan adat.
Tantangan Pelestarian Adat di Era Modern
Di tengah arus modernisasi, penggunaan ikat kepala adat mulai jarang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Namun, upacara Gawi menjadi ruang penting untuk menjaga keberlanjutan tradisi tersebut.
Kurangnya pemahaman generasi muda, minimnya dokumentasi tertulis, serta anggapan bahwa adat hanyalah formalitas menjadi tantangan serius dalam pelestarian budaya Lampung.
Penutup
Penggunaan ikat kepala dan penutup kepala dalam acara Gawi merupakan warisan budaya yang sarat makna, simbol, dan filosofi. Setiap jenis ikat kepala mencerminkan peran, tanggung jawab, serta nilai kehidupan masyarakat Lampung.
Melestarikan adat bukan berarti menolak perubahan, melainkan menjaga akar identitas agar tetap kokoh menghadapi zaman. Dengan memahami makna ikat kepala dalam Gawi, kita tidak hanya melihat kain di kepala, tetapi membaca sejarah dan jati diri sebuah peradaban.








Post a Comment for "Penggunaan Ikat Kepala dan Penutup Kepala dalam Acara Gawi: Makna, Fungsi, dan Filosofi Upacara Adat Masyarakat Lampung"