Kompol Cosmas Menangis Usai Dipecat Tidak Hormat dalam Kasus Pelindas Ojol
Navigasi.in – Suasana haru bercampur tegang mewarnai ruang sidang Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri ketika putusan pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) dijatuhkan terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae, Komandan Batalyon (Danyon) Resimen 4 Korbrimob Polri. Putusan itu terkait kasus tragis mobil taktis (rantis) Brimob yang melindas driver ojek online, Affan Kurniawan, saat aksi demonstrasi ricuh beberapa waktu lalu.
![]() |
Kompol Cosmas Menangis Usai Dipecat Tidak Hormat dalam Kasus Pelindas Ojol |
Kompol Cosmas tak kuasa menahan air mata. Wajahnya yang tegas dan selama ini dikenal disiplin, tampak berubah sendu. Sesekali ia mendongakkan wajah ke atas, berusaha menahan tangis, namun akhirnya tetap menyeka air mata yang terus mengalir. Di hadapan majelis sidang, ia hanya bisa menerima kenyataan pahit bahwa karier panjangnya di kepolisian berakhir dengan status dipecat tidak hormat.
Detik-Detik Putusan Sidang Etik
Sidang KKEP digelar secara tertutup dengan dihadiri perwakilan Divisi Propam Polri, penasihat hukum, serta beberapa saksi. Dalam pembacaan putusan, majelis sidang menyatakan bahwa Kompol Cosmas terbukti melanggar kode etik profesi Polri karena dianggap lalai dalam memimpin dan mengawasi pasukannya saat mengamankan demonstrasi.
"Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat kepada terduga pelanggar, Kompol Cosmas Kaju Gae, karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri," demikian bunyi putusan yang dibacakan pimpinan sidang.
Mendengar putusan itu, suasana ruangan hening. Beberapa anggota sidang tampak terdiam, sementara di bangku belakang terlihat sejumlah perwira menundukkan kepala. Kompol Cosmas yang sejak awal mengikuti sidang dengan tenang, akhirnya tak mampu membendung emosi.
Reaksi Kompol Cosmas
Usai sidang, Cosmas hanya bisa memberikan pernyataan singkat kepada awak media. Dengan suara bergetar, ia mengatakan akan menerima putusan tersebut meskipun berat.
"Saya seorang prajurit. Apa pun putusan pimpinan, saya terima. Tapi izinkan saya menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya kepada keluarga korban, kepada institusi Polri, dan kepada masyarakat luas. Saya menyesal peristiwa itu terjadi di bawah tanggung jawab saya," ujarnya.
Kata-kata itu diucapkan dengan mata berkaca-kaca. Sesekali ia menunduk, seolah tak kuasa menatap kamera dan sorotan lampu wartawan. Beberapa rekan sejawat terlihat mencoba menenangkan dirinya, namun air matanya tak kunjung berhenti mengalir.
Kronologi Kasus yang Menggemparkan
Peristiwa ini berawal dari aksi demonstrasi besar-besaran yang digelar oleh ribuan massa di ibu kota beberapa bulan lalu. Aksi tersebut semula berjalan damai, namun berubah ricuh ketika massa mencoba menerobos barikade aparat. Situasi semakin kacau ketika sebuah mobil taktis Brimob yang dikemudikan anggota pasukan di bawah komando Kompol Cosmas melindas seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan.
Affan yang saat itu ikut menyuarakan aspirasi di lokasi kejadian, tidak sempat menghindar. Tubuhnya tergilas ban rantis dan sempat terseret beberapa meter. Rekaman video kejadian tersebut viral di media sosial dan menimbulkan gelombang kemarahan publik.
Keluarga korban histeris mendengar kabar duka itu. Sang istri, yang tengah mengandung, jatuh pingsan saat jenazah Affan tiba di rumah duka. Publik pun mengecam keras tindakan aparat yang dinilai tidak proporsional dalam mengendalikan massa.
Respon Publik dan Gelombang Kritik
Kasus pelindasan ojol ini menjadi trending topik nasional selama berminggu-minggu. Tagar #KeadilanUntukAffan menggema di Twitter, Facebook, hingga Instagram. Ribuan warganet menuntut agar aparat yang bertanggung jawab diberi sanksi tegas. Bahkan sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak Presiden dan Kapolri turun tangan langsung.
Selain itu, peristiwa ini juga memunculkan diskusi publik mengenai standar operasional prosedur (SOP) penggunaan kendaraan taktis dalam pengamanan aksi. Banyak pihak mempertanyakan apakah prosedur sudah dijalankan dengan benar, atau justru ada kelalaian yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Dr. Bambang Widodo, menilai bahwa kasus ini bisa menjadi momentum reformasi dalam tubuh Polri. "Tragedi ini adalah alarm keras bahwa pengawasan internal harus diperketat. Penggunaan kekuatan harus proporsional, dan setiap komandan memiliki tanggung jawab penuh atas pasukan di lapangan," ujarnya.
Langkah Hukum dan Etik
Setelah peristiwa itu, Propam Polri bergerak cepat melakukan pemeriksaan internal. Sejumlah anggota Brimob yang terlibat langsung diperiksa, sementara Kompol Cosmas sebagai komandan satuan dimintai pertanggungjawaban. Hasil penyelidikan internal menyimpulkan bahwa Cosmas dianggap lalai dan tidak cermat dalam mengendalikan pasukan.
Selain sidang etik, kasus ini juga diproses secara pidana. Pengemudi rantis ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan kelalaian yang menyebabkan kematian. Meski demikian, publik menyoroti bahwa tanggung jawab seorang komandan tidak bisa diabaikan, karena keputusan taktis di lapangan berada di bawah kendalinya.
Karier Panjang yang Berakhir Tragis
Sebelum kasus ini mencuat, Kompol Cosmas dikenal sebagai perwira yang berprestasi. Lulusan Akademi Kepolisian tahun 2000 ini pernah bertugas di berbagai daerah konflik dan operasi keamanan. Rekan-rekannya menyebut Cosmas sebagai sosok disiplin, tegas, namun juga humanis terhadap anggotanya.
Namun, perjalanan karier yang cemerlang itu kini harus berakhir dengan pahit. Status PTDH membuat Cosmas kehilangan hak sebagai anggota Polri, termasuk tunjangan dan pensiun. Hal ini tentu menjadi pukulan berat, baik bagi dirinya maupun keluarga.
Pesan Keluarga Korban
Sementara itu, keluarga korban Affan Kurniawan menyatakan meskipun pelaku utama sudah diproses hukum dan komandan pasukan telah dipecat, luka hati mereka takkan pernah hilang. Sang istri yang kini menjadi ibu tunggal mengaku masih trauma mendengar suara sirine atau melihat mobil besar di jalan.
"Saya hanya berharap almarhum suami saya mendapat keadilan. Anak saya kelak bisa bangga karena ayahnya berjuang menyuarakan kebenaran. Kami sudah kehilangan tulang punggung keluarga, tidak ada yang bisa menggantikan itu," ujarnya dengan suara bergetar.
Dampak Luas Bagi Institusi Polri
Kasus ini bukan hanya soal individu, tetapi juga menyangkut citra Polri secara keseluruhan. Publik menuntut agar tragedi serupa tidak terulang kembali. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menegaskan bahwa Polri berkomitmen menjalankan prinsip presisi dengan mengedepankan akuntabilitas.
“Setiap anggota, terutama komandan pasukan, harus benar-benar memahami SOP. Kejadian ini menjadi pembelajaran berharga agar kita tidak lengah dalam bertugas,” ujar Kapolri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Refleksi dan Harapan
Tragedi Affan Kurniawan meninggalkan duka mendalam, namun juga membuka ruang refleksi bagi semua pihak. Bagi Polri, ini adalah ujian untuk memperbaiki sistem pengawasan internal. Bagi masyarakat, ini menjadi pengingat bahwa hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum harus tetap dijaga tanpa mengorbankan nyawa.
Sementara itu, bagi Kompol Cosmas, peristiwa ini akan menjadi catatan kelam yang tak terlupakan. Ia mungkin telah kehilangan status dan jabatannya, namun penyesalan yang ia tunjukkan di ruang sidang bisa menjadi titik awal untuk menebus kesalahan di luar institusi.
Hingga berita ini diturunkan, proses hukum terhadap pengemudi rantis masih berjalan di pengadilan. Publik terus mengawasi jalannya persidangan, berharap agar keadilan benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kesimpulan
Kisah Kompol Cosmas Kaju Gae menjadi potret kompleksitas hubungan antara tanggung jawab komando, integritas institusi, dan tuntutan keadilan masyarakat. Air mata yang jatuh di ruang sidang mungkin menjadi simbol penyesalan, namun bagi keluarga korban dan publik luas, yang terpenting adalah adanya perubahan nyata agar tragedi serupa tak pernah lagi terulang.
Kasus ini akan terus dikenang sebagai salah satu titik kritis dalam perjalanan reformasi kepolisian di Indonesia. Sebuah peringatan bahwa dalam tugas menjaga ketertiban, nyawa manusia tetap harus menjadi prioritas tertinggi.
Post a Comment for "Kompol Cosmas Menangis Usai Dipecat Tidak Hormat dalam Kasus Pelindas Ojol"