Komisi III DPR RI Tetapkan 10 Calon Hakim Agung, Hakim Alimin Ribut Sujono Dicoret Usai Sorotan Kasus Ferdy Sambo
Jakarta – Komisi III DPR RI resmi menetapkan 10 dari 16 calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM setelah melalui serangkaian uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Rapat pleno yang digelar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, menghasilkan keputusan mencoret enam nama calon, termasuk Hakim Alimin Ribut Sujono, yang sebelumnya dikenal publik karena menjatuhkan vonis mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
![]() |
| Komisi III DPR RI Tetapkan 10 Calon Hakim Agung, Hakim Alimin Ribut Sujono Dicoret Usai Sorotan Kasus Ferdy Sambo |
Keputusan ini memicu beragam reaksi di kalangan masyarakat, pegiat hukum, dan pengamat peradilan. Banyak pihak menilai pencoretan Hakim Alimin menunjukkan bahwa keputusan kontroversial yang diambil hakim di masa lalu dapat berimplikasi terhadap kariernya. Namun, di sisi lain, ada pula yang memandang langkah DPR sebagai bagian dari proses seleksi yang mempertimbangkan integritas, konsistensi, serta visi keadilan yang sejalan dengan aspirasi masyarakat.
Proses Fit and Proper Test yang Ketat
Uji kelayakan dan kepatutan bagi calon hakim agung merupakan mekanisme penting untuk memastikan bahwa hanya individu dengan kapasitas, integritas, dan rekam jejak yang baik yang dapat menduduki jabatan tinggi di Mahkamah Agung. Dalam proses kali ini, Komisi III DPR RI memanggil dan menguji 16 calon hakim, baik dari jalur karier maupun non-karier, serta calon hakim ad hoc HAM.
Setiap calon harus menjawab beragam pertanyaan dari anggota dewan terkait pemahaman hukum, visi terhadap peradilan, serta sikap dalam menghadapi kasus-kasus kontroversial. Salah satu momen yang menyita perhatian publik adalah ketika Hakim Alimin dicecar mengenai pertimbangan hukumnya dalam menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Beberapa anggota DPR menilai putusan tersebut penting sebagai pelajaran bagi calon hakim lainnya, mengingat kasus Sambo menjadi salah satu peristiwa hukum paling menyita perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir.
Nama-Nama yang Lolos
Komisi III DPR RI akhirnya memutuskan 10 nama yang lolos seleksi dan akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk diproses lebih lanjut. Nama-nama tersebut mewakili beragam latar belakang keilmuan dan pengalaman, sehingga diharapkan dapat memperkuat kualitas putusan Mahkamah Agung di masa mendatang.
Ketua Komisi III, Habiburrokhman, menjelaskan bahwa keputusan akhir diambil setelah mendengarkan pandangan dari seluruh fraksi. Prosesnya dilakukan secara musyawarah mufakat, dan bila perlu, dilakukan voting tertutup untuk memastikan keputusan objektif. "Kami telah mempertimbangkan rekam jejak, kualitas putusan, dan jawaban calon saat fit and proper test. Keputusan ini final dan kami harap dapat diterima semua pihak," ujarnya.
Polemik Pencoretan Hakim Alimin Ribut Sujono
Pencoretan nama Alimin menjadi sorotan karena ia dikenal sebagai hakim yang berani menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo, vonis yang kala itu mendapat dukungan besar dari masyarakat. Namun, dalam uji kelayakan, sejumlah anggota DPR mempertanyakan konsistensi hukumnya, termasuk bagaimana ia menilai asas keadilan, proporsionalitas hukuman, dan hak terdakwa untuk mendapatkan pengadilan yang adil.
Perdebatan terjadi karena sebagian anggota DPR menilai putusan mati merupakan pilihan yang berat dan harus dipertimbangkan dengan cermat, terutama di tengah tren global yang semakin menolak hukuman mati. Faktor-faktor inilah yang diduga menjadi alasan Komisi III akhirnya tidak meloloskan Alimin untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.
Analisis: Politik, Hukum, dan Persepsi Publik
Keterlibatan DPR dalam seleksi hakim agung sering dipandang sebagai proses politis sekaligus yuridis. Ada yang menilai bahwa keputusan mencoret Hakim Alimin mungkin juga dipengaruhi oleh dinamika politik di Senayan. Dalam konteks demokrasi, hal ini wajar selama mekanisme seleksi dijalankan secara transparan dan akuntabel.
Pengamat hukum menyoroti bahwa kasus ini menjadi cerminan bagaimana putusan hakim tidak hanya dinilai dari aspek yuridis, tetapi juga dari perspektif sosial dan politik. Putusan yang kontroversial dapat menjadi beban dalam proses seleksi jabatan tinggi, terutama jika ada perdebatan mengenai keadilan substantif.
Reaksi Publik dan Media Sosial
Tagar #HakimAlimin sempat menjadi perbincangan di media sosial setelah keputusan Komisi III diumumkan. Banyak pengguna Twitter dan Instagram mengungkapkan kekecewaan mereka, menganggap bahwa hakim yang tegas seharusnya diapresiasi, bukan dicoret. Namun, ada pula yang mendukung keputusan DPR karena menilai seorang calon hakim agung harus memiliki visi jangka panjang yang sejalan dengan reformasi peradilan.
Diskursus ini menunjukkan bahwa masyarakat kini semakin kritis terhadap proses seleksi pejabat publik, termasuk hakim agung. Transparansi menjadi tuntutan utama, sehingga keputusan DPR harus didukung dengan alasan yang dapat diakses publik untuk mencegah tuduhan subjektivitas atau kepentingan politik semata.
Dampak terhadap Reformasi Peradilan
Penetapan 10 calon hakim agung ini diharapkan dapat memperkuat Mahkamah Agung dalam menegakkan hukum di Indonesia. Reformasi peradilan terus menjadi agenda penting, terutama dalam meningkatkan kualitas putusan, mengurangi praktik korupsi peradilan, dan mempercepat proses perkara.
Kasus pencoretan Hakim Alimin dapat menjadi momentum refleksi bagi lembaga peradilan. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial diharapkan memperbaiki mekanisme penilaian kinerja hakim agar keputusan strategis seperti ini tidak menimbulkan polemik berkepanjangan. Dengan demikian, integritas peradilan tetap terjaga, dan masyarakat memiliki kepercayaan yang lebih tinggi terhadap lembaga hukum tertinggi di Indonesia.
Tantangan dan Harapan
Ke depan, tantangan yang dihadapi Mahkamah Agung semakin kompleks. Lonjakan perkara, tuntutan digitalisasi layanan, dan kebutuhan akan konsistensi putusan menjadi pekerjaan rumah bagi para hakim agung yang baru. DPR berharap para calon yang telah dipilih dapat menjawab tantangan tersebut dengan profesionalisme dan integritas yang tinggi.
Publik juga menaruh harapan besar agar para hakim yang terpilih mampu menghadirkan keadilan yang substantif, bukan hanya prosedural. Dalam negara hukum, putusan hakim menjadi pilar utama yang menentukan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, proses seleksi seperti ini menjadi penting untuk memastikan kualitas peradilan yang lebih baik di masa depan.
Kesimpulan
Keputusan Komisi III DPR RI untuk menetapkan 10 calon hakim agung dan mencoret 6 nama, termasuk Hakim Alimin Ribut Sujono, menjadi peristiwa penting dalam perjalanan reformasi peradilan Indonesia. Meski menuai pro dan kontra, proses ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap lembaga yudikatif semakin ketat dan partisipasi publik semakin besar.
Harapannya, 10 nama yang akan diserahkan kepada Presiden dapat segera diproses sehingga Mahkamah Agung memiliki formasi lengkap untuk menjawab berbagai persoalan hukum di Indonesia. Pencoretan Alimin menjadi pelajaran bahwa setiap putusan hakim akan selalu mendapat sorotan, dan konsistensi menjadi kunci bagi seorang hakim untuk mempertahankan reputasinya di mata publik.
Pada akhirnya, keberhasilan seleksi ini akan diukur dari sejauh mana para hakim yang terpilih dapat membawa perbaikan nyata dalam wajah peradilan Indonesia, menghadirkan keadilan yang merata, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum.

Post a Comment for "Komisi III DPR RI Tetapkan 10 Calon Hakim Agung, Hakim Alimin Ribut Sujono Dicoret Usai Sorotan Kasus Ferdy Sambo"