Youtube

AS dan Inggris Bentuk Satuan Tugas Bersama untuk Menyelaraskan Regulasi Kripto dan Pasar Modal Dunia

Navigasi.in – Dalam langkah yang disebut-sebut sebagai salah satu inisiatif paling penting dalam sejarah kerja sama regulasi lintas negara, Amerika Serikat (AS) dan Inggris (U.K.) secara resmi mengumumkan pembentukan sebuah joint task force atau satuan tugas bersama untuk menyelaraskan aturan terkait kripto dan pasar modal global. Pengumuman ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Inggris (Chancellor) Rachel Reeves dan Menteri Keuangan AS (Treasury Secretary) Scott Bessent, dengan mandat jelas: menghasilkan rekomendasi kebijakan dalam 180 hari ke depan melalui forum U.K.–U.S. Financial Regulatory Working Group.

AS dan Inggris Bentuk Satuan Tugas Bersama untuk Menyelaraskan Regulasi Kripto dan Pasar Modal Dunia
AS dan Inggris Bentuk Satuan Tugas Bersama untuk Menyelaraskan Regulasi Kripto dan Pasar Modal Dunia


Keputusan ini datang pada saat pasar kripto dan keuangan digital mengalami transformasi besar-besaran. Banyak pelaku industri, mulai dari bank investasi, perusahaan teknologi finansial (fintech), manajer aset, hingga regulator nasional, sedang mencari cara untuk menavigasi dunia baru yang diwarnai oleh aset digital, tokenisasi, serta integrasi teknologi blockchain ke dalam pasar modal tradisional.

Urgensi Harmonisasi Regulasi

Regulasi kripto telah lama menjadi perdebatan global. Di satu sisi, aset digital menawarkan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi pasar, memotong biaya transaksi, dan memberikan akses keuangan kepada jutaan orang yang sebelumnya belum terlayani oleh sistem perbankan tradisional. Namun di sisi lain, aset digital membawa risiko besar seperti volatilitas ekstrem, potensi penipuan, hingga penyalahgunaan untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme.

AS, melalui Securities and Exchange Commission (SEC) dan Commodity Futures Trading Commission (CFTC), selama ini mengambil pendekatan ketat dengan mengklasifikasikan sebagian besar token sebagai sekuritas. Sebaliknya, Inggris cenderung mendorong inovasi melalui kerangka regulasi yang lebih fleksibel. Perbedaan pendekatan inilah yang kerap menciptakan ketidakpastian bagi perusahaan yang beroperasi di kedua pasar.

Pembentukan satuan tugas ini diharapkan menjadi titik temu antara dua filosofi tersebut. Reeves menegaskan bahwa koordinasi lintas negara akan menghindarkan terjadinya arbitrase regulasi, di mana perusahaan memilih beroperasi di yurisdiksi dengan aturan paling longgar. “London dan New York adalah pilar kembar keuangan global. Kita tidak bisa membiarkan regulasi berjalan sendiri-sendiri,” ujar Reeves.

Mandat 180 Hari: Rekomendasi Konkret

Satuan tugas ini diberi mandat untuk menghasilkan rekomendasi strategis dalam waktu 180 hari. Artinya, sekitar enam bulan ke depan akan menjadi periode yang krusial bagi para pembuat kebijakan, akademisi, dan pelaku industri. Rekomendasi yang dihasilkan diharapkan meliputi:

  • Penyelarasan definisi aset digital dan klasifikasinya (sekuritas, komoditas, atau instrumen baru).
  • Kerangka pengawasan bagi bursa kripto dan penyedia layanan aset digital.
  • Pedoman bagi emiten yang ingin melakukan tokenization aset seperti obligasi atau saham.
  • Perlindungan konsumen, termasuk kewajiban transparansi, manajemen risiko, dan mitigasi penipuan.
  • Standar interoperabilitas teknologi blockchain agar transaksi lintas negara dapat berlangsung mulus.

Scott Bessent menyebut bahwa inisiatif ini bukan hanya reaktif terhadap tren saat ini, tetapi bersifat proaktif dalam menyiapkan infrastruktur keuangan global untuk dua dekade mendatang. “Kita membicarakan masa depan yang mencakup pasar modal digital wholesale, pembayaran lintas negara instan, dan sistem kliring yang terdesentralisasi namun tetap aman,” kata Bessent.

Digital Assets sebagai Fokus Utama

Dalam beberapa tahun terakhir, kapitalisasi pasar kripto sempat mencapai triliunan dolar AS sebelum kembali berfluktuasi akibat tekanan regulasi dan gejolak makroekonomi. Munculnya stablecoin yang dipatok pada mata uang fiat seperti dolar AS, juga menjadi perhatian utama regulator. Di satu sisi, stablecoin menawarkan stabilitas harga dan potensi untuk menjadi alat pembayaran global. Namun di sisi lain, risiko kegagalan penerbit stablecoin (seperti kasus Terra/LUNA) menimbulkan ancaman sistemik.

Satuan tugas ini diharapkan menyusun kerangka kerja yang memadai untuk mengatur stablecoin, termasuk syarat cadangan aset, transparansi laporan keuangan, dan prosedur darurat jika terjadi penarikan dana besar-besaran oleh pengguna. Selain itu, fokus juga diberikan pada potensi tokenisasi aset dunia nyata seperti real estate, obligasi pemerintah, bahkan karya seni.

London dan New York: Dua Pusat Keuangan Dunia

London dan New York dikenal sebagai pusat gravitasi sistem keuangan global. Bursa Efek London (LSE) dan Bursa Efek New York (NYSE) merupakan tempat pencatatan perusahaan-perusahaan terbesar dunia. Dengan menyelaraskan regulasi, kedua kota ini dapat menciptakan ekosistem yang menarik bagi investor global. Hal ini juga diharapkan menahan arus modal yang keluar ke yurisdiksi lain yang dianggap lebih “ramah” terhadap aset digital seperti Dubai, Singapura, atau Hong Kong.

Koordinasi antara dua kota ini akan menetapkan standar global yang kemungkinan akan diikuti oleh Uni Eropa, Jepang, Kanada, dan negara-negara G20 lainnya. Ini dapat menjadi momen penting yang membentuk arah masa depan keuangan digital selama beberapa dekade ke depan.

Dampak bagi Investor dan Startup

Investor institusional seperti dana pensiun, asuransi, dan bank investasi selama ini berhati-hati memasuki pasar kripto karena ketidakjelasan regulasi. Dengan adanya harmonisasi aturan, mereka akan lebih percaya diri untuk menempatkan modal di aset digital. Hal ini dapat mendorong masuknya likuiditas baru dan mempercepat adopsi teknologi blockchain di sektor keuangan arus utama.

Sementara itu, startup dan perusahaan rintisan akan mendapatkan kepastian hukum yang memungkinkan mereka berinovasi tanpa takut melanggar aturan. Program regulatory sandbox yang selama ini dijalankan secara terpisah di Inggris dan AS mungkin akan diintegrasikan sehingga perusahaan dapat menguji produk mereka di dua pasar besar sekaligus.

Tantangan Implementasi

Menyelaraskan regulasi lintas negara bukanlah tugas yang mudah. Perbedaan sistem hukum, prioritas politik, dan tekanan dari kelompok lobi domestik bisa menjadi penghambat. Selain itu, inovasi teknologi bergerak jauh lebih cepat dibandingkan pembuatan kebijakan. Jika rekomendasi yang dihasilkan terlalu lambat atau terlalu kaku, ada risiko bahwa aturan tersebut akan menjadi usang sebelum diterapkan.

Masalah lain adalah keseimbangan antara privasi dan kepatuhan. Regulator ingin memastikan transparansi transaksi untuk mencegah kejahatan keuangan, tetapi pengguna kripto menginginkan privasi. Menemukan titik tengah antara kedua kepentingan ini adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi satuan tugas.

Dukungan dan Kritik

Pelaku industri sebagian besar menyambut baik inisiatif ini, meskipun ada kekhawatiran bahwa regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat inovasi. Asosiasi blockchain di kedua negara meminta agar pemerintah melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses penyusunan kebijakan, termasuk akademisi, perusahaan teknologi, serta komunitas pengembang open source.

Beberapa kritikus berpendapat bahwa fokus terlalu besar pada kepentingan institusi besar dapat mengorbankan prinsip desentralisasi yang menjadi inti dari visi awal kripto. Mereka mendesak agar aturan tetap memberikan ruang bagi inovasi peer-to-peer dan menjaga agar kripto tidak sepenuhnya terserap ke dalam sistem keuangan tradisional.

Implikasi Global

Langkah AS dan Inggris akan berdampak luas ke negara lain. Negara berkembang seperti Indonesia dapat mempelajari kerangka regulasi yang dihasilkan sebagai acuan untuk mengatur pasar kripto domestik. Dengan cara ini, Indonesia bisa menarik investasi asing sekaligus melindungi masyarakat dari risiko penipuan. Pemerintah Indonesia sendiri melalui OJK dan Bank Indonesia sedang menyiapkan aturan menyeluruh tentang aset digital dan bursa kripto nasional.

Jika harmonisasi regulasi berhasil, kita bisa melihat percepatan adopsi teknologi keuangan di sektor publik, misalnya penerbitan obligasi negara berbasis blockchain atau penggunaan mata uang digital bank sentral (CBDC) dalam pembayaran lintas negara.

Kesimpulan

Pembentukan satuan tugas bersama AS–Inggris adalah sinyal kuat bahwa masa depan keuangan global akan semakin terhubung, transparan, dan digital. Kolaborasi ini bukan hanya penting bagi kedua negara, tetapi juga bagi seluruh ekosistem keuangan internasional. Hasil kerja mereka dalam 180 hari ke depan akan menjadi tolok ukur yang menentukan apakah dunia siap memasuki era pasar modal digital yang lebih inklusif dan efisien.

Dengan komitmen kuat dari London dan New York, kita mungkin sedang menyaksikan awal dari babak baru dalam sejarah keuangan global – sebuah babak di mana kripto, tokenisasi, dan teknologi blockchain menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem ekonomi dunia.

Artikel ini disusun untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai inisiatif regulasi terbaru antara AS dan Inggris, serta potensi dampaknya bagi industri keuangan global dan domestik.

Post a Comment for "AS dan Inggris Bentuk Satuan Tugas Bersama untuk Menyelaraskan Regulasi Kripto dan Pasar Modal Dunia"