Youtube

Jalur Kereta Api Sumatra Barat: Warisan Kolonial yang Terlupakan

Navigasiin - Pembangunan Dimulai Abad ke-19 Sejarah perkeretaapian di Sumatra Barat tak lepas dari eksploitasi kolonial Belanda pasca-Perang Padri (1803–1837). Setelah menguasai wilayah ini, Belanda menyadari potensi besar tambang batu bara Ombilin di Sawahlunto. Untuk memudahkan pengiriman hasil tambang ke pesisir dan Batavia, dibangunlah jaringan kereta api—sebuah proyek ambisius yang mengubah wajah transportasi Sumatra Barat.

"Orang Rantai" dan Rel Berdarah

Jalur Kereta Api Sumatra Barat: Warisan Kolonial yang Terlupakan"**   *Padang, 27 Juni 2025
Jalur Kereta Api Sumatra Barat: Warisan Kolonial yang Terlupakan


Persiapan dimulai sejak 1873, dengan rencana awal menghubungkan Padang ke kawasan pertambangan via Kayutanam, Lembah Anai, dan Danau Singkarak. Pada 1887, jalur pertama sepanjang 56 kilometer akhirnya dibangun, menghubungkan Padang-Padang Panjang-Bukittinggi (Fort de Kock)-Muara Kalaban (Sawahlunto). Pengerjaannya mempekerjakan tawanan perang dari Jawa sebagai romusha, yang kemudian dijuluki *"orang rantai"* oleh masyarakat Minangkabau.

Ekspansi hingga Riau



Dalam 22 tahun, jaringan rel Sumatra Barat berkembang pesat, mencapai 230 kilometer. Jalur diperpanjang dari Muara Kalaban ke area pertambangan lain, bahkan merambah ke timur menuju Riau. Di Fort de Kock, rel juga diperluas hingga Payakumbuh.

Nasib Jalur yang Terputus


Meski sempat menjadi tulang punggung logistik kolonial, nasib kereta api di Sumatra Barat—seperti di wilayah Sumatra lainnya—berakhir tragis. Rencana penyatuan jalur oleh Belanda gagal akibat invasi Jepang ke Indonesia. Kini, sebagian besar rel itu hanya tinggal kenangan, meski upaya revitalisasi beberapa segmen terus digaungkan.

Sumber: Arsip Kolonial & Sejarah Lokal

Post a Comment for "Jalur Kereta Api Sumatra Barat: Warisan Kolonial yang Terlupakan"