Budaya Lampung di Ujung Tanduk: Generasi Muda Lupakan Pepadun & Saibatin
Navigasiin - BANDAR LAMPUNG – Provinsi Lampung, yang dikenal kaya akan warisan adat, kini menghadapi ancaman serius: nilai-nilai luhur Pepadun dan Saibatin kian tergerus zaman. Dua sistem adat yang selama berabad-abad menjadi penopang identitas masyarakat Lampung itu perlahan kehilangan pengaruh di tengah gempuran budaya populer dan gaya hidup modern.
Pepadun yang Egaliter vs Saibatin yang Aristokratis
![]() |
Budaya Lampung di Ujung Tanduk: Generasi Muda Lupakan Pepadun & Saibatin |
Pepadun, sistem adat yang dominan di wilayah Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Way Kanan, mengedepankan kesetaraan. Gelar adat diperoleh melalui musyawarah dan upacara Begawi yang melibatkan seluruh masyarakat. Sementara itu, Saibatin—yang berkembang di pesisir Lampung Selatan, Pesawaran, dan Pesisir Barat—bersifat hierarkis, dengan gelar turun-temurun berdasarkan garis keturunan bangsawan.
Namun, di balik kemegahan upacara adat, nilai-nilai inti seperti piil pesenggiri (harga diri), nemui nyimah (keramahan), dan sakai sambayan (gotong royong) kian asing bagi generasi muda. "Anak-anak sekarang lebih hafal tren TikTok daripada filosofi hidup leluhur," keluh M. Arif (45), tokoh adat Pepadun di Lampung Tengah.
Bahasa Daerah Terancam Punah
Bahasa Lampung, baik dialek Api maupun Nyo, semakin jarang digunakan, bahkan di desa-desa adat. Data terbaru menunjukkan hanya 30% generasi muda di Lampung yang masih fasih berbahasa daerah. "Jika bahasa punah, hilanglah pondasi budaya kita," tegas Prof. Siti Aminah, antropolog Universitas Lampung.
Bertahan di Pedalaman, Tergerus di Kota
Di pedalaman seperti Lampung Barat dan Pesisir Barat, tradisi masih hidup. Upacara Begawi dan penghormatan pada garis keturunan Saibatin tetap dilaksanakan. Namun, di perkotaan seperti Bandar Lampung dan Metro, adat hanya jadi simbol seremonial.
Pemerintah Provinsi Lampung rutin menggelar festival budaya, tetapi banyak pihak menilai upaya itu tak menyentuh akar masalah. "Tanpa pendidikan berbasis lokal dan dukungan anggaran serius, budaya Lampung akan jadi sekadar pajangan," kritik Ahmad Yani, pegiat budaya.
Panggilan untuk Aksi Nyata
Tokoh adat, akademisi, dan masyarakat sipil mendesak langkah konkret:
- Pendidikan Muatan Lokal – Memasukkan kurikulum budaya Lampung di sekolah.
- Regulasi Pelestarian – Perda yang mewajibkan pelindungan bahasa dan adat.
- Pemberdayaan Komunitas – Dukungan dana dan fasilitas bagi kampung adat.
"Jika tidak bertindak sekarang, Pepadun dan Saibatin hanya akan jadi catatan sejarah," pungkas Arif.
#Lampung #Budaya #AdatPepadun #Saibatin #Pelestarian
Post a Comment for "Budaya Lampung di Ujung Tanduk: Generasi Muda Lupakan Pepadun & Saibatin"