Bahlil Lahadalia Klaim Eksploitasi Alam untuk Pembangunan Wajar, Kritikus: Pola Pikir Usang dan Abai Lingkungan
Navigasiin - Jakarta — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mempertanyakan alasan banyaknya protes terhadap eksploitasi sumber daya alam (SDA) dan deforestasi besar-besaran di Indonesia. Dalam pidatonya di Jakarta Geopolitical Forum IX (24/6), Bahlil menyatakan bahwa negara maju pun pernah melakukan hal serupa di masa lalu untuk pembangunan.
![]() |
Bahlil Lahadalia Klaim Eksploitasi Alam untuk Pembangunan Wajar, Kritikus: Pola Pikir Usang dan Abai Lingkungan |
Namun, pernyataannya menuai kritik tajam dari pengamat lingkungan dan ekonomi yang menilai argumen tersebut mengabaikan prinsip keberlanjutan dan konteks krisis iklim global.
Negara Maju Juga Eksploitasi Alam, Kenapa Kami Dilarang?
Bahlil berargumen bahwa negara-negara seperti Amerika Serikat dan Eropa pernah mengeksploitasi hutan dan tambang secara masif pada era 1940–1960-an untuk membangun ekonomi mereka. "Mereka mengambil SDA, hutannya dibabat, tambangnya diambil. Lingkungan mereka mungkin lebih buruk dari yang kita lakukan sekarang," ujarnya.
Ia mempertanyakan, "Siapa yang memprotes mereka saat itu? Sekarang kita (negara berkembang) yang mau menyejahterakan rakyat, kok ada yang terganggu?" Pernyataan ini dinilai sebagai upaya pembenaran kebijakan eksploitasi alam Indonesia, termasuk percepatan izin tambang dan alih fungsi hutan untuk industri.
Kritik: Pembangunan Tanpa Keberlanjutan = Bunuh Diri Ekologis
Para ahli menilai analogi Bahlil keliru karena tidak mempertimbangkan dua hal:
1. Krisis Iklim Global: Jika pada 1960-an dunia belum menyadari dampak kerusakan lingkungan, kini ilmuwan telah memperingatkan deadline pengurangan emisi. Deforestasi dan ekspansi tambang di Indonesia justru memperparah krisis.
2. Standar Ganda Negara Maju: Negara seperti Norwegia dan Jerman kini justru memberikan kompensasi ke negara berkembang untuk stop deforestasi, bukan membabat hutan lebih luas.
"Argumen ‘dulu mereka merusak, sekarang giliran kita’ sangat berbahaya. Itu seperti membakar rumah sendiri karena tetangga dulu pernah melakukannya," tegas Arief Wijaya, peneliti kebijakan lingkungan dari World Resources Institute (WRI).
Pertanyaan Besar: Siapa yang Sebenarnya Diuntungkan?
Data KPK (2024) menunjukkan, 67% izin tambang di Indonesia bermasalah, termasuk tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung. Sementara, Bank Dunia mencatat bahwa kontribusi sektor tambang terhadap PDB hanya 5%, jauh di bawah kerugian akibat bencana ekologis seperti banjir dan kabut asap.
"Jika tujuannya menyejahterakan rakyat, mengapa alokasi dana bagi hasil tambang untuk daerah masih minim? Yang kaya pemilik modal, sementara masyarakat sekitar hidup dengan air tercemar," ungkap Melva Harefa, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Dugaan Politisasi Isu Pembangunan
Pengamat politik dari CSIS, Philips Vermonte, menduga pernyataan Bahlil tidak lepas dari posisinya sebagai Ketua Golkar yang dekat dengan kepentingan pengusaha tambang. "Ini upaya mengalihkan isu dari tuntutan transparansi pengelolaan SDA," ujarnya.
Post a Comment for "Bahlil Lahadalia Klaim Eksploitasi Alam untuk Pembangunan Wajar, Kritikus: Pola Pikir Usang dan Abai Lingkungan"