Sejarah dan Kebudayaan Komering : Jejak Perdagangan Buah Pinang hingga Adat Budaya yang Lestari

Navigasi Info - Menurut cerita dan informasi dari penduduk setempat, asal-usul kata "Komering" berasal dari bahasa India yang berarti "pinang". Pada masa sebelum abad ke IX, daerah ini menjadi pusat perdagangan buah pinang dengan pedagang dari India, menjadi salah satu rempah-rempah penting.



Sebagai salah satu jenis rempah, buah pinang memiliki peran khusus dalam perdagangan. Pedagang dari India yang dikenal sebagai juragan Pinang akhirnya dimakamkan dekat pertemuan sungai Selabung dan Waisaka, di hulu Kota Muara Dua. Mulai saat itu, semua penghuni di sepanjang pinggiran sungai itu dikenal sebagai Orang Komering dan daerahnya dinamakan Daerah Komering.

Namun, seiring berjalannya waktu dan peristiwa alam, geografi daerah ini berubah. Muara Sungai Komering, yang kini dikenal sebagai Minanga, mengalami pendangkalan sekitar 125 meter per tahun ke arah Bangka. Sebelum abad ke VIII, Minanga masih berada di tepi pantai atau muara sungai Komering.

Akibat pendangkalan, aliran sungai Komering terbagi menjadi dua cabang, yaitu aliran lama yang menyempit di sebelah timur hingga diminanga dan rawa atau lebak (bekas Lautan Purba), serta aliran baru di sebelah barat yang mengalir ke daerah Tobong, Plaju, dan bermuara di Musi.

Masyarakat yang mendiami aliran sungai Komering yang baru disebut Orang Komering Ilir, meskipun kebanyakan dari mereka bukan penduduk asli berbudaya Komering. Di bagian hulu sungai Komering, penduduknya lebih memilih untuk tidak disebut Orang Komering karena mereka tidak tinggal di pinggiran sungai Komering. Mereka lebih mengidentifikasi diri sebagai "Jelma Daya," yang berarti aktif dan dinamis, namun tetap sebagai pendukung Budaya Komering (Y.W.Van Royan 1927).

Masyarakat di sepanjang aliran sungai Komering, dari Hulu (Muara Dua) hingga Gunung Batu, serta di sekitar sungai Komering, terbagi menjadi dua kelompok. Muara Dua, yang menjadi pusat kota di Kabupaten OKU SELATAN, dan Komering, yang menjadi ibu kota di Martapura Kabupaten OKU TIMUR.

Penduduk Komering mendukung budaya Seminung, mendiami tepian sungai Komering dari Batu Raja Bungin hingga Gunung Batu. Ada juga yang tinggal di daratan yang agak jauh dari pinggiran sungai Komering. Seiring dengan pemekaran desa dan dusun masing-masing, khususnya bagi pendatang dari berbagai daerah seperti Batak, Padang, Jawa, Sunda, Ogan, dan lainnya.

Kebanyakan masyarakat pendatang menetap di daratan dan di sekitar aliran sungai buatan atau bendungan peninggalan zaman Belanda. Saat ini, infrastruktur tersebut terus direnovasi dan dikembangkan oleh masyarakat OKU TIMUR. Mayoritas dari mereka bekerja di bidang pertanian, dengan menerapkan teknologi pertanian yang lebih canggih. Hal ini tercermin dari predikatnya sebagai lumbung pangan Sumatera Selatan.

Dalam hal kebudayaan, masyarakat OKU TIMUR terdiri dari berbagai etnis, yang juga tercermin dalam beragam seni budayanya. Namun, kebudayaan asli, yaitu Adat Budaya Komering, tetap lestari di tengah-tengah masyarakat pendukungnya.
navigasiin
navigasiin navigasiin adalah portal Situs Berita Berbahasa Indonesia yang menyajikan berita terkini terpercaya sebagai petunjuk inspirasi anda

Posting Komentar untuk "Sejarah dan Kebudayaan Komering : Jejak Perdagangan Buah Pinang hingga Adat Budaya yang Lestari"