Kisah Al-Qur'an Mayok (Bahasa Kayuagung/berenang melawan arus) dan Nama Desa Buluh Cawang

Navigasi Info - Tuan DJIMAT Putra dari Depati Rangge (Sukadana Tuha, Kijang Batuampar sekarang) Putra dari Purbajaya (Kuburnya ada di Kayuagung Tuha/Kayuagung Asli) Putra dari Depati Bungkuk (mempunyai senjata yg Bungkok Atau Bengkok/Senjata Kujang) Putra dari Depati Lanang Putra dari Depati Punya Bumi atau Indra Bumi Putra dari Kiyai Pati atau Ratu Adji, Diwe Sekemilung, Si Pahit Lidah, istri KIYAI PATI ATAU. SIPAHIT LIDAH Adalah PUTRI HANDAK BUWOK ATAU PUTRI PUTIH RAMBUT.

Makam tuan jimat
Gambar Makam Tuan Jimat

Dari Tuan Djimat inilah adanya kisah Al-Qur'an Mayok ( Bahasa Kayuagung / berenang melawan arus) dan Nama Desa Buluh Cawang. 

Ceritanya sebagai berikut ketika Tuan Djimat masih tinggal bersama kedua orang tua dan saudara saudaranya di Sukadana Tuhe (Kijang Batuampar sekarang), pada saat itu terjadilah perselisihan paham atau berbeda pendapat antara Tuan Djimat dan saudaranya (berselisih paham/ riyou buayi).

Disebabkan ada kekurangan bahan ketika akan mengadakan pesta, kurang bambu sosat atau semacam tenda pada jaman sekarang untuk mengadakan acara pesta, karena di sindir dan diejek didepan khalayak umum oleh saudaranya yang dianggap tidak membantu ( Carom Begawi ) akhirnya dengan kesal dan pergi lalu dengan menunjukan menunjukan kesaktiannya, Tuan Djimat tadi mencari dan mengambilkan bambu di ujung dusun dengan mencabut bambu yang besar dan panjang tersebut dari akar-akarnya istilahnya bambu serumpun(Buluh Serumpun/terdiri dari banyak bambu) dan dibawa sendiri atau di pikul ( Bahase Owam “detunggang”) dan diletakan ketempat pesta tersebut.

Karena sifat ksatria dan enggan berselisih paham tersebut menjadikan Tuan Jimat pergi meninggalkan dusun sukadana tuha Kijang batuampar untuk memperdalam Ilmu agamanya dengan berguru kepada seorang Tuan Syech Ahmad Aceh yang berasal dari Aceh bermukim di daerah Kandis (daerah ini jalurnya dapat ke sungai Ogan) atau kelurahan Tanjung Runcing sekarang, yang makam kubur Syeh Ahmad Aceh tersebut sudah hilang (namun jika dicari masih ada bekas tanah seperti gundukan) di perkirakan berada disekitar belakang kantor DPRD OKI atau gedung GOR, setelah berguru dan mendalami agama kepada Tuan Syeh Ahmad Aceh beliau (Tuan Djimat) mendapatkan sebuah Alqur’an dan Cincin yang ada gambar huruf Alif Rencong.

Setelah selesai berguru lalu Tuan Djimat Kembali Ke Sukadana Tuha (Kijang Batu ampar). 

Beberapa hari disana seiring berjalannya waktu tuan jimat mendapatkan petunjuk ( Wangsit atau Ilham ) untuk memulai hidup baru yaitu dengan pindah dari dusun itu menuju dusun lainnya bernama Jua-Jua Korte, seputaran kampung satu sekarang dibelakang masjid Alfurqon Jua Jua, setelah mendapat petunjuk Tuan Djimat berpamitan mohon izin dan restu kepada kedua orang tuanya. 

Lalu berangkatlah beliau dengan menaiki perahu / biduk membawa banyak barang salah satunya yg di bawa adalah Al-Qur'an, ketika dalam perjalanan perahu dari Sukadana tuha atau Kijang Batu Ampar sekarang menuju ke tanjung kemiang atau Korte Jua Jua sekarang, tiba tiba di tengah perjalanan sekitar daerah paku ada patahan arah air sungai komering, perahu/biduknya tadi terjadi kebocoran yang besar. 

Sehingga air masuk dan tenggelam lah perahu tersebut, sehingga barang-barang yang di bawa oleh tuan jimat tadi semuanya habis tenggelam, dengan menumpang perahu lain Tuan Jimat sampailah di dusun jua-jua perkiraan didepan Masjid Alfurqon Jua jua sekarang, setelah Tuan Djimat naik ke pinggir sungai,munculah sesuatu yg berjalan diatas air seperti buaya berenang menuju ke hulu sungai atau (Mayouk Bahasa Kayuagung/berenang melawan arus). 

Dari sungai itu sampai mengikuti Tuan Djimat dan dilihat lah oleh Tuan Djimat apa yg mengikutinya dari perjalanan tadi sampai ke pinggir sungai, ternyata dilihatnya itu adalah Al-Qur'an yg di bawa oleh Tuan Djimat dari Sukadana tuhe (lama/Kijang batuampar) tadi yg mendapat kan petunjuk hidup baru melalui Alquran tersebut, sejak saat itulah Al-Qur'an yg di bawa oleh Tuan Djimat tadi disebut QUR'AN MAYOUK (Berjalan/mengambang diatas air melawan arus), dulu oleh masyarakat yang bersengketa sering di pakai untuk Persumpahan untuk menunjukan siapa yang benar siapa yang salah, sekarang Al Quran tersebut sudah hilang ada yang berkata ada di sukadana ada yang berkata di jua jua entah mana yang benar siapapun yang memegangnya saat ini tetap dituntut menjalankan seluruh perintah Allah dan Rosul Muhammad SAW dan menjauhi seluruh larangannya, jika tidak, bertambah besarlah dosanya dan banyak mengandung Mudhorat dalam hidupnya.

Ada juga cerita tentang kesaktian / Maunah Tuan Djimat yaitu berupa cawang / dayung perahu yang terbuat dari bambu sebatang dengan cara di tancapkan air sungai sampai ke dasar yang ada tanah lalu didorong, sehingga perahu dapat melaju, dan salah satu bambu tersebut di ambil oleh Tuan Djimat untuk di pakai sebagai Cawang (alat untuk mendayung) perahu. 

Dengan kesaktian Tuan Djimat dengan sekali dayung (Cawang) sampai lah ke dusun lain yang belum di ketahui namanya, setelah sampai di situ di tancapkan nya Cawang (dayung perahu) dari bambu tersebut di tanah lalu lama kelamaan tumbuhlah bambu yang rimbun di dusun itu dan lama kelamaan di berilah nama dusun tersebut dengan nama Buluh Cawang. 

Menurut tutur lisan dahulu ketika bambu tersebut masih ada dan cukup rimbun, orang dusun buluh Cawang tidak dapat memotong atau membersihkan bambu tersebut, karna jika mereka yg membersihkannya perut mereka akan sakit, hanya orang atau anak keturunan Tuan Djimat yang ada di Jua Jua saja yg bisa memotong atau membersihkanya.

navigasiin
navigasiin navigasiin adalah portal Situs Berita Berbahasa Indonesia yang menyajikan berita terkini terpercaya sebagai petunjuk inspirasi anda

Posting Komentar untuk "Kisah Al-Qur'an Mayok (Bahasa Kayuagung/berenang melawan arus) dan Nama Desa Buluh Cawang"