Youtube

Sejarah Sungkai Bunga Mayang Versi Buay Perja / serja

Asal-Usul Sejarah Sungkai Bunga Mayang: Warisan Buay Perja yang Terlupakan

Navigasi Info – Dalam lintasan sejarah panjang yang kerap luput dari perhatian, terdapat sebuah kisah agung yang berasal dari Negeri Ujung Karang, wilayah yang kini dikenal sebagai Bengkulu Tengah. Di sanalah, pada sekitar abad ke-13 Masehi atau sekitar tahun 1200-an, berdiri sebuah kedatuan yang bernama Pagar Ruyung. Perlu ditekankan bahwa Pagar Ruyung ini bukanlah yang terletak di Sumatra Barat (Padang), melainkan sebuah entitas politik tersendiri yang berkembang di pesisir barat Sumatra.


Sejarah Sungkai Bunga Mayang Versi Buay Perja / serja
Sejarah Sungkai Bunga Mayang Versi Buay Perja / serja

Kedatuan ini dipimpin oleh seorang tokoh agung bernama Ratu Iskandar Alam I. Ia adalah raja pertama yang tercatat dalam sejarah lokal dan memegang kendali atas wilayah tersebut. Sang raja memiliki seorang putri bernama Putri Dayang Halinu, sosok perempuan yang kelak menjadi jembatan budaya antara Sumatra dan Sulawesi.

Pernikahan Kerajaan: Pagar Ruyung dan Luwu

Putri Dayang Halinu menikah dengan seorang bangsawan penting dari Sulawesi Selatan, yakni Raja Luwu di Gowa yang bernama Sawerigading. Dalam silsilah Bugis-Makassar, Sawerigading dikenal luas sebagai putra Batara Latu, cucu Batara Guru—tokoh penting dalam kosmologi dan mitologi Bugis. Dalam adat setempat, Sawerigading bergelar Batin Nimbau.

Dari pernikahan antara Putri Dayang Halinu dan Sawerigading lahirlah seorang anak laki-laki bernama Laga Ligo, yang kemudian menyandang gelar Ratu Anom Iskandar Alam atau dikenal juga dengan sebutan Sindang Belawan. Ia menjadi figur penting dalam penyebaran pengaruh budaya dari Sulawesi ke Sumatra, dan sebaliknya.

Perkawinan Lintas Daerah dan Perluasan Silsilah

Laga Ligo menikahi Putri Silimayang, putri dari Raja Tunak Pak Puluh yang berkuasa di Sukadana, daerah Kerinci, Jambi. Pernikahan ini mempertemukan budaya Sumatra bagian tengah dengan daerah pesisir timur yang lebih beragam secara etnis.

Putri Silimayang sendiri merupakan keturunan campuran: ibunya berasal dari Tiongkok (China), sedangkan saudara tirinya yang bernama Harayap adalah anak dari ibu yang berasal dari India. Maka sejak awal, keturunan Laga Ligo dan Putri Silimayang telah membawa garis keturunan multi-etnis yang menjadi ciri khas peradaban maritim Nusantara saat itu.

Keturunan: Tiga Leluhur Besar

Dari pernikahan tersebut lahirlah tiga anak laki-laki yang kelak menjadi cikal bakal tiga garis keturunan besar:

  • Indor Gajah, yang menetap di wilayah Tulang Bawang, Komering.
  • Lembasi (Selembasi), yang tinggal di Komering.
  • Serja (Perja), yang bermukim di Negeri Ujung Karang, Sungkai.

Selain itu, Laga Ligo juga memiliki istri kedua bernama Sigili Gili, dan dari pernikahan ini lahirlah Putri Silawangwang. Ia tinggal bersama Lembasi di Komering dan mengurus Buay Hubung di Tanah Abang, Sungkai.

Perkawinan Lintas Klan: Perja dan Nunyai

Serja atau Perja memiliki cucu yang bergelar Tuan Judan Atas Angin. Ia menikahi anak dari Minak Tridiso, seorang bangsawan dari Buay Nunyai—klan besar dari rumpun Abung Siwo Migo. Nama istrinya juga Selamayang, yang membuat kisah ini makin sarat dengan kesinambungan nama dan nilai.

Pernikahan ini terjadi di daerah Cangguk Ghatcak sekitar tahun 1400-an dan menjadi fondasi penting dalam persatuan antara keturunan Sungkai dengan klan-klan Abung lainnya di Lampung.

Kedatangan Dibintang dan Pengaruh Islam

Pada tahun 1520, datanglah rombongan dari Komering yang dipimpin oleh seseorang bernama Dibintang. Ia datang untuk bergabung dengan Marga Sungkai Bunga Mayang dan mendirikan pemukiman baru bernama Bandar Agung.

Dalam periode yang sama, datang pula utusan dari Banten yang bernama Maulana Hasanudin. Ia merupakan saudara angkat dari Pangeran Sakti (Adipati Urabumi), anak dari Minak Mramaya. Setelah diangkat sebagai saudara (muari), Maulana Hasanudin diberi gelar Batin Sehidi, menandai awal masuknya pengaruh Islam dalam struktur adat dan kekuasaan lokal.

Pembentukan Tujuh Buay (Keluarga Besar)

Pada tahun 1810, gelombang migrasi dari Komering, Liwa, dan Way Kanan terus berdatangan untuk bergabung dengan Sungkai Bunga Mayang. Dari sinilah lahir 7 Buay atau keluarga besar yang menjadi pilar utama masyarakat adat Sungkai:

  1. Buay Harayap
  2. Buay Indor Gajah
  3. Buay Lembasi (Selembasi)
  4. Buay Kemala Helau
  5. Buay Semengguk
  6. Buay Dibintang
  7. Buay Perja

Seluruh keluarga ini mengadopsi nilai-nilai leluhur dan memelihara silsilah dengan sistem adat yang ketat.

Begawi Besar 1834: Momentum Penyatuan

Pada tahun 1834, diadakan sebuah peristiwa adat besar-besaran yang disebut Begawi di Negeri Ujung Karang. Dalam acara ini, sebanyak 60 ekor kerbau dipotong sebagai bagian dari ritual penyatuan seluruh Buay ke dalam satu klan besar: Klan Sungkai Marga Bunga Mayang.

Peristiwa ini menandai konsolidasi sosial dan politik masyarakat adat yang selama ini berserakan menjadi satu entitas adat yang utuh.

Pitu Kebuayan Pak Mangsa Muari Sai Tellu Hina Sedarah Kandung

Artinya: "Tujuh keluarga, empat dapat diangkat sebagai saudara, tiga adalah saudara kandung."

Makna Marga Bunga Mayang

Nama Bunga Mayang sendiri diambil dari nama Silimayang, istri dari Laga Ligo. Kata Silimayang dalam bahasa daerah bermakna “putri berambut panjang seperti bunga pinang.” Filosofi ini mencerminkan keanggunan, keindahan, serta kekuatan perempuan dalam membangun peradaban dan warisan budaya.

Warisan yang Terlupakan

Kisah-kisah seperti ini jarang muncul dalam narasi besar sejarah Indonesia. Padahal, melalui silsilah Buay Perja dan pernikahan lintas kerajaan serta pengaruh budaya India, China, Bugis, dan Abung, masyarakat Sungkai telah memainkan peran vital dalam membentuk jati diri budaya di Sumatra bagian selatan.

Sumber lisan dari Kyai Sidang Belawan, tokoh Buay Perja, menjadi pengingat penting bahwa sejarah tidak hanya disusun oleh catatan resmi, tapi juga oleh ingatan kolektif masyarakat adat yang selama ini menjaga kebenaran melalui adat dan tradisi.


Kyai sidang belawan
Kyai sidang belawan


Penulis: Tim Navigasi.in

Sumber utama: Kyai Sidang Belawan (Buay Perja)

navigasiin
navigasiin navigasiin adalah portal Situs Berita Berbahasa Indonesia yang menyajikan berita terkini terpercaya sebagai petunjuk inspirasi anda

Post a Comment for "Sejarah Sungkai Bunga Mayang Versi Buay Perja / serja"